Nationalgeographic.co.id—Setelah terpilih menjadi pemimpin Gereja Katolik, seorang Paus biasanya memilih nama baru. Nama itu bisa diadopsi dari nama para Paus pendahulu atau bahkan nama orang suci Gereja Katolik.
Kardinal Robert Francis Prevost memilih nama Leo XIV begitu ia terpilih menjadi Paus yang ke-267. Apa alasannya?
Alasan Paus Leo XIV memilih nama Leo
Dalam pertemuan resminya dengan Dewan Kardinal, Paus Leo XIV menjelaskan mengapa ia memilih nama Leo.
“Ada beberapa alasan mengapa saya memilih nama Leo XIV. Tapi alasan yang utama karena Paus Leo XIII dengan Ensiklik Rerum novarum yang bersejarah. Ensiklik itu membahas masalah sosial dalam konteks revolusi industri besar pertama,” kenang Paus Leo XIV.
“Saat ini, Gereja menawarkan kepada semua orang harta karun ajaran sosialnya sebagai tanggapan terhadap revolusi industri lainnya dan perkembangan kecerdasan buatan.”
Menurut Paus Leo XIV, revolusi industri dan perkembangan kecerdasan buatan menimbulkan tantangan baru bagi perlindungan martabat manusia, keadilan, dan hak buruh.
Sebuah nama, yang tidak hanya berakar pada tradisi, tetapi juga yang memandang dengan tegas ke depan terhadap tantangan dunia yang berubah dengan cepat dan seruan abadi untuk melindungi mereka yang paling rentan di dalamnya.
Moto Paus Leo XIV
Paus Leo XIV juga telah memilih semboyan yang mencerminkan tradisi Ordo Santo Agustinus, yaitu In Illo uno unum. Moto tersebut memiliki arti, “Dalam Kesatuan, kita adalah satu.”
Frasa tersebut diambil dari Saint Augustine’s Exposition tentang Mazmur 127. Santo Agustinus menjelaskan bahwa “meskipun kita orang Kristen berjumlah banyak, dalam satu Kristus kita adalah satu.”
Baca Juga: Asal-usul Tradisi Paus Mengubah Nama dan Bagaimana Mereka Memilihnya?
Dalam sebuah wawancara tahun 2023 dengan Tiziana Campisi dari Vatican News, Kardinal Robert Francis Prevost saat itu berbicara tentang pentingnya semboyan ini. “Seperti yang dapat dilihat dari semboyan episkopal saya, kesatuan dan persekutuan benar-benar merupakan bagian dari karisma Ordo Santo Agustinus. Dan juga cara saya bertindak dan berpikir,” katanya.
“Saya percaya sangat penting untuk mempromosikan persekutuan di Gereja. Dan kita tahu betul bahwa persekutuan, partisipasi, dan misi adalah tiga kata kunci Sinode. Jadi, sebagai seorang Agustinian, bagi saya mempromosikan kesatuan dan persekutuan adalah hal yang mendasar.”
Lambang kebesaran (coat of arms) Paus Leo XIV memberikan gambaran yang jelas tentang akar Agustiniannya. Juga tentang nilai-nilai yang ingin ia promosikan selama masa kepausannya, khususnya persatuan dan persekutuan dalam Gereja.
Gambar perisai dalam lambang tersebut terbagi secara diagonal menjadi dua bagian. Bagian atas memiliki latar belakang biru dengan bunga lili putih.
Bagian bawah perisai memiliki latar belakang terang dan menampilkan gambar yang mengingatkan pada Ordo Santo Agustinus: sebuah buku tertutup dengan hati yang tertusuk anak panah.
Ini adalah referensi langsung ke pengalaman pertobatan Santo Agustinus sendiri. Santo Agustinus menggambarkan perjumpaan pribadinya dengan Sabda Tuhan menggunakan frasa: “Vulnerasti cor meum verbo tuo” - “Engkau telah menusuk hatiku dengan Sabda-Mu.”
Refleksi Santo Augustinus tentang Mazmur 127 menyoroti landasan teologis gagasan ini. “Kristus - kepala dan tubuh - adalah satu manusia tunggal. Dan apakah tubuh Kristus? Gereja-Nya,” tulis Augustinus.
Ia kemudian menambahkan, “Meskipun kita orang Kristen berjumlah banyak, dalam satu Kristus kita adalah satu. Kita banyak dan kita adalah satu - karena kita bersatu dengan-Nya, dan jika Kepala kita ada di surga, para anggota akan mengikutinya.”
Seruan untuk menghentikan perang
Paus Leo XIV muncul di loggia (balkon) Basilika Santo Petrus untuk pidato pertamanya tentang Ratu Surga pada 11 Mei. Di hadapan umat beriman, ia menggemakan seruan perdamaian dari pendahulunya, Paus Fransiskus.
Baca Juga: Monsinyur Antonius S. Bunjamin: Paus Leo XIV 'Kembaran' Paus Fransiskus
“Dalam konteks dramatis perang dunia ketiga saat ini yang terjadi secara bertahap ... Saya juga memohon kepada para penguasa dunia dengan mengulang kata-kata yang selalu relevan ini: jangan pernah lagi perang!”
Seruan untuk Ukraina dan Gaza
Ia mengenang, pertama, “tragedi besar Perang Dunia Kedua”, yang berakhir 80 tahun lalu, pada tanggal 8 Mei, “setelah menyebabkan 60 juta kematian.”
Paus Leo XIV kemudian beralih ke perang modern yang melanda dunia saat ini. “Saya membawa dalam hati saya penderitaan rakyat Ukraina yang terkasih,” katanya. Ia mendesak agar setiap upaya dilakukan untuk mencapai perdamaian sejati, adil, dan abadi sesegera mungkin.
“Semoga semua tahanan dibebaskan, dan semoga anak-anak dikembalikan ke keluarga mereka”, katanya.
Kemudian ia beralih ke bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. “Saya sangat sedih dengan apa yang terjadi,” katanya. “Semoga pertempuran segera dihentikan. Semoga bantuan kemanusiaan diberikan kepada penduduk sipil yang kelelahan. Dan semoga semua sandera dibebaskan”.
Harapan dan seruan sepenuh hati
Dengan penuh harapan, Paus Leo XIV kemudian menyambut baik pengumuman gencatan senjata antara India dan Pakistan baru-baru ini. “Saya berharap, melalui negosiasi yang akan datang, kesepakatan yang langgeng dapat segera dicapai,” katanya.
Namun, ia melanjutkan, “berapa banyak konflik lain yang ada di dunia?”
Terakhir, Paus Leo XIV mempercayakan seruan sepenuh hatinya kepada Maria Ratu Damai. “Agar Bunda Maria dapat menyampaikannya kepada Tuhan Yesus dan memperoleh bagi kita mukjizat perdamaian.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Vatican News |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR