Nationalgeographic.co.id—Ketika seorang kardinal terpilih sebagai paus, ia tidak hanya mengambil alih kepemimpinan Gereja Katolik, tetapi juga memilih nama baru yang mencerminkan visi dan misinya.
Ketika Jorge Bergoglio mengunjungi Amerika Serikat, perjalanannya menjadi sorotan media—sama seperti kunjungan Karol Wojtyla dan Giovanni Montini sebelumnya.
Jika nama-nama itu terdengar asing, ada alasannya: Bergoglio lebih dikenal sebagai Paus Fransiskus, Wojtyla mengganti namanya menjadi Paus Yohanes Paulus II, dan Montini menjadi Paus Paulus VI.
Mengapa para kardinal Katolik mengganti nama mereka saat terpilih menjadi paus?
Meskipun tidak ada doktrin resmi yang mewajibkan, kebiasaan ini telah menjadi tradisi. Faktanya, selama berabad-abad, banyak paus tetap menggunakan nama asli mereka setelah naik takhta.
Paus pertama yang mengganti namanya adalah Paus Yohanes II pada tahun 533 M. Sebelumnya memang sudah ada Paus Yohanes, tetapi nama lahirnya memang sudah Yohanes—atau Ioannes dalam bahasa Latin.
Yohanes II, yang lahir dengan nama Mercurius, merasa kurang pantas jika seorang pemimpin Kristen menyandang nama dewa kafir Romawi. Paus Yohanes III, yang nama aslinya Catelinus, menjadi paus kedua yang memilih nama baru pada tahun 561.
Namun, sebagian besar penerus mereka kembali menggunakan nama asli sampai pada tahun 983, ketika Pietro Canepanova terpilih sebagai paus.
Ia menolak menggunakan nama Petrus—nama paus pertama sekaligus tokoh suci penting dalam Gereja Katolik—dan memilih nama Yohanes XIV.
Setelahnya, Giovanni di Gallina Alba mempertahankan nama aslinya dan menjadi Yohanes XV. Setelah wafatnya Yohanes XV pada tahun 996, tradisi menggunakan nama kepausan—dikenal sebagai regnal name—mulai digunakan secara konsisten.
Paus terakhir yang memakai nama lahirnya adalah Adrianus VI pada tahun 1522 (ia juga merupakan paus non-Italia terakhir hingga tahun 1978).
Pemilihan nama kepausan hampir selalu mengandung makna simbolis. Bergoglio memilih nama Fransiskus untuk menghormati Santo Fransiskus dari Assisi, sebagai isyarat atas komitmennya terhadap kaum miskin.
Source | : | Mental Floss,AFP |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR