Nationalgeographic.co.id—Tyrannosaurus rex mungkin adalah nama paling terkenal dalam dunia dinosaurus. Dengan reputasi sebagai salah satu predator terbesar yang pernah menginjakkan kaki di Bumi, T-rex telah memicu rasa ingin tahu ilmuwan dan penggemar paleontologi selama puluhan tahun. Namun, dari mana sebenarnya raja dinosaurus ini berasal?
Tyrannosaurus rex memang berevolusi di Amerika Utara, tetapi nenek moyangnya yang paling dekat berasal dari Asia dan diyakini menyeberangi jembatan darat antara kedua benua lebih dari 70 juta tahun lalu, sebagaimana diungkap dalam sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh para peneliti dari UCL.
Kajian Cassius Morrison dan timnya itu berjudul "Rise of the king: Gondwanan origins and evolution of megaraptoran dinosaurs" yang terbit di Royal Society Open Science pada 7 Mei 2025. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ukuran tubuh yang cepat pada tyrannosaurid (kelompok dinosaurus yang mencakup T-rex) serta kerabat dekatnya yang disebut megaraptor, terjadi bersamaan dengan penurunan suhu global setelah mencapai puncak panas sekitar 92 juta tahun lalu.
Temuan ini mengindikasikan bahwa T-rex dan kerabatnya kemungkinan lebih mampu beradaptasi dengan iklim dingin dibanding dinosaurus lain pada masa itu, mungkin karena adanya bulu atau fisiologi yang lebih endoterm.
Penelitian ini melibatkan tim internasional dari berbagai universitas, termasuk Oxford, Pittsburgh, Aberdeen, Arizona, Anglia Ruskin, Oklahoma, dan Wyoming.
Penulis utama Cassius Morrison, seorang mahasiswa PhD di UCL Earth Sciences, mengatakan, “Asal geografis T-rex menjadi bahan perdebatan sengit. Para ahli paleontologi berbeda pendapat mengenai apakah nenek moyangnya berasal dari Asia atau Amerika Utara.”
“Model yang digunakan dalam studi ini menunjukkan bahwa nenek moyang T-rex kemungkinan besar bermigrasi dari Asia ke Amerika Utara dengan melintasi Selat Bering, yang kala itu menghubungkan wilayah yang kini dikenal sebagai Siberia dan Alaska,” ungkapnya, seperti dikutip dari laman Eurekalert.
Penemuan ini sejalan dengan riset sebelumnya yang mengindikasikan bahwa T-rex memiliki kekerabatan lebih dekat dengan Tarbosaurus dari Asia ketimbang Daspletosaurus dari Amerika Utara.
Meskipun banyak fosil T-rex ditemukan di Amerika Utara, hasil studi menunjukkan bahwa fosil nenek moyang langsung T-rex mungkin masih belum ditemukan dan kemungkinan tersembunyi di Asia.
Para peneliti menyimpulkan bahwa T-rex berevolusi di Amerika Utara, tepatnya di wilayah barat benua yang dikenal sebagai Laramidia, dan tersebar luas di sana.
Mereka tidak sependapat dengan studi yang diterbitkan tahun lalu, yang menyatakan bahwa Tyrannosaurus mcraeensis, kerabat T-rex dari New Mexico, hidup tiga hingga lima juta tahun lebih awal—sebuah klaim yang mendukung asal-usul T-rex dari Amerika Utara. Namun, tim ini berpendapat bahwa fosil T. mcraeensis belum dapat dipastikan usianya secara akurat.
Baca Juga: Penemuan Dinosaurus Baru Picu Perdebatan di Kalangan Paleontolog
Dalam studi ini, para peneliti memetakan persebaran tyrannosaurid dan megaraptor di seluruh dunia, menggunakan model matematika yang memperhitungkan data fosil, pohon evolusi dinosaurus, serta geografi dan iklim pada masa tersebut. Model ini juga memperhitungkan celah dalam catatan fosil, yang menambah unsur ketidakpastian dalam perhitungan.
Megaraptor dikenal sebagai salah satu dinosaurus karnivora yang paling misterius, karena fosilnya yang jarang ditemukan. Berbeda dari T-rex, mereka memiliki bentuk tubuh lebih ramping, dengan kepala dan lengan panjang seukuran manusia dewasa, serta cakar tajam hingga sepanjang 35 cm.
Para peneliti menemukan bahwa persebaran megaraptor jauh lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya. Kemungkinan besar, mereka berasal dari Asia sekitar 120 juta tahun lalu dan menyebar ke Eropa, lalu ke wilayah selatan Gondwana yang mencakup Afrika, Amerika Selatan, dan Antarktika.
Artinya, megaraptor mungkin pernah hidup di wilayah seperti Eropa dan Afrika, meskipun fosil mereka belum ditemukan di sana.
Megaraptor tampaknya mengalami jalur evolusi yang berbeda dari tyrannosaurid, mengandalkan cakar untuk berburu ketimbang gigitan kuat. Di Gondwana bagian selatan, mereka mungkin memangsa sauropoda muda, sementara T-rex di Laramidia memburu spesies seperti Triceratops, Edmontosaurus, dan Ankylosaurus.
Tyrannosaurid dan megaraptor sama-sama mengalami pertumbuhan besar-besaran menuju akhir Zaman Kapur, bertepatan dengan penurunan suhu global setelah periode Cretaceous Thermal Maximum 92 juta tahun lalu. Pertumbuhan ini terjadi setelah punahnya kelompok predator besar lain, yaitu carcharodontosaurid, yang sebelumnya menduduki puncak rantai makanan.
Para peneliti memperkirakan bahwa tyrannosaurus memiliki kemampuan beradaptasi lebih baik di iklim yang lebih dingin dibandingkan pesaingnya dari kelompok lain.
Menjelang akhir zaman dinosaurus, T-rex bisa mencapai berat sembilan ton—setara dengan gajah Afrika terbesar atau tank ringan—sementara megaraptor bisa tumbuh hingga sepanjang 10 meter.
Rekan penulis Charlie Scherer, lulusan MSci Earth Sciences, calon mahasiswa PhD di UCL, dan pendiri UCL’s Palaeontology Society, mengatakan, “Temuan kami telah menyoroti bagaimana tyrannosaurus terbesar muncul di Amerika Utara dan Selatan selama Zaman Kapur dan bagaimana serta mengapa mereka tumbuh begitu besar pada akhir zaman dinosaurus.”
Kemungkinan besar, pertumbuhan ukuran ini terjadi sebagai respons terhadap punahnya carcharodontosaurid sekitar 90 juta tahun yang lalu—theropoda besar yang sebelumnya menguasai ekosistem. Punahnya mereka membuka ruang ekologis yang memungkinkan tyrannosaurus mengisi peran tersebut.
Penulis pendamping Dr. Mauro Aranciaga Rolando, dari Bernardino Rivadavia Natural Sciences Argentine Museum, Buenos Aires, Argentina, mengatakan, “Pada awal sejarah evolusi mereka, sekitar 120 juta tahun yang lalu, megaraptor merupakan bagian dari fauna dinosaurus yang tersebar luas dan beragam.”
“Seiring berjalannya periode Cretaceous dan benua-benua yang pernah membentuk Gondwana mulai menjauh, predator ini menjadi semakin terspesialisasi. Pergeseran evolusi ini menyebabkan mereka menghuni lingkungan yang lebih spesifik.”
“Sementara di wilayah seperti Asia, megaraptor akhirnya digantikan oleh tyrannosaurus, di wilayah seperti Australia dan Patagonia mereka berevolusi menjadi predator puncak, yang mendominasi ekosistem mereka” pungkasnya.
Penelitian ini bukan hanya mengungkap hubungan antara dua kelompok predator besar, tetapi juga memperlihatkan bagaimana iklim, geografi, dan kepunahan memainkan peran penting dalam membentuk sejarah evolusi dinosaurus. Ketika para ilmuwan terus mengisi kekosongan dalam catatan fosil, kisah masa lalu yang luar biasa ini terus terbuka lapis demi lapis.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Royal Society Open Science,EurekAlert! |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR