Nationalgeographic.co.id—Brontosaurus adalah sauropoda besar, sekelompok dinosaurus besar dengan leher dan ekor panjang. Ia hidup pada periode Jurassic Akhir, sekitar 156 hingga 145 juta tahun lalu.
Brontosaurus menjadi salah satu dinosaurus yang cukup terkenal. Namun, para ilmuwan sempat berhenti menggunakan nama genus Brontosaurus selama lebih dari satu abad, meski kemudian mereka menghidupkan nama itu lagi pada tahun 2015.
Lantas, apa yang membuat para ilmuwan menggunakan nama Brontosaurus lagi setelah melenyapkannya dalam waktu yang cukup lama?
Kelompok dinosaurus yang disebut sauropoda semuanya memiliki leher dan ekor yang panjang. Brontosaurus dan beberapa sauropoda lainnya memiliki cakar besar di tangan mereka.
Beberapa orang berpendapat bahwa cakar tersebut digunakan untuk membela diri. Namun, kemungkinan besar dinosaurus menggunakan cakar mereka untuk membantu mencengkeram pohon agar dapat mencapai dedaunan yang tinggi, atau menggali lubang di tanah untuk membuat sarang dan mencari air.
Dengan membandingkan dinosaurus dengan hewan yang masih hidup, para ilmuwan telah menemukan beberapa alasan potensial untuk leher mereka yang sangat panjang.
Bisa jadi, seperti jerapah, sauropoda termasuk Brontosaurus menggunakan lehernya yang panjang untuk meraih daun yang tidak terjangkau herbivora lain yang sedang mencari makanan. Atau mungkin mereka mampu menyapukan lehernya yang panjang ke area vegetasi yang lebih rendah untuk mencari makan secara efisien tanpa harus terlalu banyak bergerak.
Dugaan ketiga adalah leher yang lebih panjang akan membantu menarik pasangan dan mengusir pesaing. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa beberapa ciri yang terlihat pada leher Brontosaurus dan Apatosaurus secara khusus menunjukkan bahwa mereka beradaptasi untuk bertempur.
Secara historis, para ilmuwan mengira bahwa dinosaurus besar seperti Brontosaurus akan menghabiskan sebagian besar waktunya di air. Mereka beralasan bahwa tubuh dinosaurus sangat besar sehingga mereka tidak akan mampu menopang berat tubuhnya sendiri jika mereka hidup di darat, dan sebaliknya akan menggunakan air untuk membantu menopang mereka.
Hilangnya Brontosaurus
Menurut laman Natural History Museum, pada tahun 1879, kerangka dinosaurus berleher panjang dan berekor panjang ditemukan di Wyoming oleh ahli paleontologi Othniel Charles Marsh. Saat itu, para ilmuwan menjuluki pemakan tumbuhan raksasa itu sebagai Brontosaurus excelsus. Mereka hidup selama periode Jurassic sekitar 150 juta tahun lalu.
Baca Juga: Satu-satunya yang Tersisa, Bagaimana Dinosaurus Berevolusi Menjadi Burung?
Namun, pada tahun 1903, ahli paleontologi Elmer Riggs menemukan bahwa B. excelsus sangat mirip dengan dinosaurus lain yakni Apatosaurus ajax. Apatosaurus ditemukan Marsh di Colorado pada tahun 1877.
Perbedaan antara dinosaurus tersebut tampak sangat kecil sehingga para ilmuwan memutuskan bahwa lebih baik menempatkan keduanya dalam genus atau kelompok spesies yang sama.
Karena Apatosaurus diberi nama lebih dulu, aturan penamaan ilmiah tetap mempertahankan namanya, yang menyebabkan para ilmuwan menghentikan penggunaan nama Brontosaurus. Brontosaurus excelsus pun kemudian menjadi Apatosaurus excelsus.
Lebih dari 100 tahun kemudian, para peneliti mengusulkan untuk menghidupkan kembali Brontosaurus sebagai genusnya sendiri.
Kembalinya Brontosaurus
Sebuah studi tentang sauropoda tahun 2015 dalam jurnal PeerJ menemukan bahwa fosil Apatosaurus dan Brontosaurus asli mungkin cukup berbeda untuk menggolongkan mereka sebagai kelompok yang terpisah.
Tujuan awal penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara spesies yang membentuk famili sauropoda yang dikenal sebagai Diplodocidae, yang meliputi Diplodocus, Apatosaurus, dan, sekarang, Brontosaurus.
Secara keseluruhan, para ilmuwan menemukan bahwa leher Brontosaurus lebih tinggi, lebih sempit, dan lebih kecil daripada Apatosaurus, kata penulis utama studi Emanuel Tschopp, seorang paleontolog vertebrata. Sementara Apatosaurus lebih besar dan kuat dengan leher yang lebih tebal dan lebih rendah daripada Brontosaurus.
"Kerangka Apatosaurus dan Brontosaurus sangat mirip satu sama lain dalam banyak hal, dan selain proporsi umum mereka terutama dibedakan oleh perbedaan rinci di leher dan punggung, dan tulang bahu," kata Profesor Paul Barrett, salah satu peneliti dinosaurus.
"Perbedaan-perbedaan ini hanya terlihat jelas ketika Anda dapat memeriksa sejumlah besar kerangka yang berbeda untuk melihat bagaimana ciri-ciri ini bervariasi dari satu hewan ke hewan lainnya."
Banyak paleontologis yang siap dan bersedia menyambut kembali Brontosaurus. Beberapa menyebutkan bahwa ada banyak perbedaan antara Apatosaurus dan Brontosaurus seperti halnya perbedaan antara genus lain yang berkerabat dekat, dan jauh lebih banyak perbedaan daripada perbedaan antara spesies dalam genus yang sama.
Baca Juga: Seperti Apa Sebenarnya Zaman Kapur yang Berlangsung saat Dinosaurus Mendominasi Bumi?
Namun, beberapa ahli juga masih ragu-ragu. Ada kekhawatiran bahwa fosil yang menjadi dasar Apatosaurus belum dijelaskan secara rinci, dan tanpa ini, membandingkan dinosaurus ini dengan Brontosaurus menjadi masalah.
Yang lain berpendapat bahwa menentukan perbedaan antara dinosaurus bersifat subjektif. Mereka berpendapat bahwa jika ciri-ciri lain dipilih, kedua dinosaurus mungkin tampak kurang berbeda, karena tidak ada cara standar untuk memilih karakteristik yang signifikan.
Meskipun mungkin tidak semua ahli paleontologi setuju dengan kebangkitan kembali genus tersebut, mereka yang telah lama mencintai Brontosaurus mungkin senang melihat dinosaurus ikonik ini diberikan kembali status resminya.
"Brontosaurus adalah salah satu nama ikonik yang tidak pernah hilang, meskipun para paleontologi telah berupaya keras," kata Paul.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR