Penumpang kelas tiga
Salah satu adegan paling emosional dalam Titanic karya Cameron menggambarkan penumpang kelas tiga. Mereka ditahan secara paksa di bawah geladak dan dicegah mencapai sekoci. Richard Howells berpendapat bahwa tidak ada bukti historis yang mendukung hal ini.
Pintu gerbang memang ada yang menghalangi penumpang kelas tiga dari penumpang lain. Namun, ini bukan untuk mengantisipasi terjadinya karam kapal. Melainkan untuk mematuhi undang-undang imigrasi Amerika Serikat dan penyebaran penyakit menular yang dikhawatirkan.
Penumpang kelas tiga terdiri dari warga Armenia, Tiongkok, Belanda, Italia, Rusia, Skandinavia, dan Suriah. Serta mereka yang berasal dari Kepulauan Inggris. Semuanya mencari kehidupan baru di Amerika Serikat.
“Berdasarkan undang-undang imigrasi Amerika Serikat, imigran harus dipisahkan sehingga sebelum Titanic berlabuh di Manhattan. Kapal pertama-tama berhenti di Pulau Ellis - tempat para imigran dibawa untuk pemeriksaan kesehatan dan pemrosesan imigrasi,” kata Howells.
Setiap kelas penumpang memiliki akses ke dek mereka sendiri dan sekoci penyelamat yang dialokasikan. Meskipun yang terpenting tidak ada sekoci penyelamat yang disimpan di bagian kelas tiga kapal.
Penumpang kelas tiga harus menemukan jalan melalui labirin koridor dan tangga untuk mencapai dek kapal. Penumpang kelas satu dan dua kemungkinan besar akan mencapai sekoci penyelamat. Pasalnya, dek kapal merupakan tempat berjalan-jalan kelas satu dan dua.
Laporan Penyelidikan Inggris mencatat bahwa Titanic mematuhi undang-undang imigrasi Amerika Serikat yang berlaku saat itu. Dan bahwa tuduhan bahwa penumpang kelas tiga dikunci di bawah dek adalah salah.
Bukti yang diberikan dalam penyelidikan menunjukkan bahwa awalnya beberapa pintu gerbang menghalangi jalan penumpang kelas bawah. Saat itu, pramugara menunggu instruksi dan kemudian dibuka, tetapi hanya setelah sebagian besar sekoci diluncurkan.
Lord Mersey mencatat bahwa penumpang kelas tiga “enggan” meninggalkan kapal. Mereka tidak mau berpisah dengan barang bawaannya. Para penumpang kelas tiga dan mengalami kesulitan untuk pergi dari ruangannya ke sekoci.
Tidak ada bukti yang diajukan yang menunjukkan adanya niat jahat untuk menghalangi penumpang kelas tiga. Namun lebih kepada kelalaian yang disebabkan oleh kepatuhan yang tidak dipikirkan terhadap peraturan. Meski begitu, hasilnya tetap mematikan.
Sekoci akhirnya diturunkan. Petugas memberi perintah bahwa wanita dan anak-anak harus meninggalkan kapal terlebih dahulu. 115 pria di kelas satu dan 147 pria dari kelas dua tercatat telah mundur untuk memberi ruang. Mereka yang berkorban akhirnya meninggal.
Tidak ada penumpang kelas tiga yang bersaksi di penyelidikan Inggris. Namun mereka diwakili oleh seorang pengacara, W D Harbinson. Sang pengacara menyimpulkan, “Tidak ada bukti yang diberikan dalam kasus ini yang akan mendukung tuduhan bahwa ada upaya untuk menahan penumpang kelas tiga.”
Namun, kelas memang membuat perbedaan, kurang dari sepertiga penumpang kelas bawah selamat. Meski wanita dan anak-anak selamat dalam jumlah yang lebih banyak di semua kelas karena mereka diberi prioritas di sekoci penyelamat.
Kisah tenggelamnya Titanic menarik minat banyak orang. Besarnya perhatian itu membuat budaya populer menciptakan kisah yang dramatis. Pada akhirnya, sulit untuk membedakan mana fakta dan mana fiksi.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, bidaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | BBC |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR