Ribuan tesserae (ubin kecil) dari batu giok digunakan untuk menyusun pakaian tersebut. Giok-giok kecil disambung di sudut-sudutnya dengan benang dan kawat emas. Setiap pakaian terbuat dari 12 bagian dan disesuaikan untuk mengikuti kontur tubuh. Pakaian tersebut berfungsi sebagai kain kafan. Pakaian giok itu menjadi representasi visual transformasi kedua penguasa menjadi makhluk abadi.
Bagi arkeolog, pakaian, barang-barang kuburan yang utuh, dan benda-benda yang ditemukan di antaranya memberikan gambaran menarik. Mereka mendapatkan gambaran tentang kepercayaan, praktik, dan seni pemakaman pada periode Dinasti Han. Mumifikasi memang tidak dipraktikkan di Tiongkok saat itu. Tapi berbagai metode tetap digunakan untuk mengawetkan aspek-aspek immaterial dari orang yang meninggal. Misalnya, jiwa mereka—yang menurut beberapa tradisi Tiongkok, manusia memiliki dua jenis: hun dan po.
Hun terdiri dari roh pikiran seseorang. Po adalah jiwa dari aktivitas dan energi tubuh. Selama hidup, kedua jiwa ini bersatu secara harmonis dalam tubuh, tetapi pada saat kematian, mereka terpisah. Hun naik ke alam leluhur. Po tetap berada di dalam tubuh, dan mungkin dianggap sebagai kekuatan jahat yang perlu ditahan oleh pakaian giok.
Kedua makam tersebut kemungkinan mencerminkan konsepsi ganda ini. Keduanya menyerupai istana bawah tanah, yang mencerminkan tempat tinggal duniawi orang yang meninggal. Struktur kayu dan batu di dalam makam tersebut sesuai dengan elemen istana duniawi. Ruang depan dan aula tengah membentuk wilayah tempat po dan tubuh dapat melanjutkan keberadaan mereka dikelilingi oleh kesejahteraan. “Kesejahteraan yang sama yang mereka nikmati dalam hidup,” jelas Visconti.
Dua kursi kosong di tengah aula utama makam Liu Sheng awalnya ditutupi kanopi bertirai sutra. Aula itu memiliki vas dan patung pemakaman yang disusun berderet di sekelilingnya. Gambaran ini menggambarkan upacara ritual yang membangkitkan pangeran dan putri.
Ruang pemakaman dibangun dari batu. Ruang terakhir istana abadi, ruang pemakaman adalah tempat yang diyakini sebagai tempat orang yang meninggal akan mencapai keabadian.
Penggunaan batu giok melengkapi simbolisme ini. Terkait erat dengan surga dan keabadian, silikat halus dan berurat rapat digunakan dalam ritual pemakaman ribuan tahun. Konfusius menghitung atribut permata tersebut sebagai kebajikan, keadilan, kesopanan, kebenaran, kredibilitas, musik, kesetiaan, surga, bumi, moralitas, dan kecerdasan. Sungguh, kemewahan yang layak untuk para pangeran bangsawan.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR