Nationalgeographic.co.id—Di masa lalu, kaum bangsawan memiliki makam yang menakjubkan. Misalnya di Kekaisaran Tiongkok, makam para bangsawan dipenuhi dengan harta-harta. Pada tahun 1968, tentara menemukan makam keluarga kekaisaran seorang pangeran dan putri Dinasti Han. Saat ditemukan, makam tersebut dalam kondisi utuh.
Makam bangsawan Dinasti Han Kekaisaran Tiongkok itu dipenuhi dengan barang-barang makam. Barang-barang itu dimaksudkan untuk melayani para bangsawan di akhirat. Namun menurut Chiara Visconti dari laman National Geographic, barang-barang tersebut mungkin akan mengejutkan Anda.
Langshan menjulang di atas distrik Mancheng, 190 km selatan Beijing. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, ribuan ton batu dipindahkan dari lereng timurnya untuk membuat makam. Makam tersembut menampung jenazah pasangan elite: Liu Sheng, pangeran Zhongshan, dan istrinya, Dou Wan.
Secara ajaib tidak dijarah selama dua milenium berikutnya, penemuan makam tahun 1960-an itu mengejutkan para arkeolog. Kenapa? Tidak hanya karena tekniknya tetapi juga karena barang-barang kuburan yang menakjubkan di dalamnya. Jenazah pasangan itu dibungkus dengan pakaian pemakaman giok.
“Pakaian itu sekarang dianggap sebagai salah satu harta nasional terbesar Tiongkok,” ungkap Visconti.
Penguasa Utara
Ayah Liu Sheng, Jing Di, adalah kaisar keenam Dinasti Han. Han adalah dinasti kekaisaran kedua di Tiongkok. Dinasti ini memerintah antara tahun 206 SM dan 220 M. Dilanda pemberontakan, pada tahun 154 SM, Jing Di mengirim Liu Sheng untuk menguasai Zhongshan. Wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan di bagian timur laut Kekaisaran Tiongkok.
Pemahatan dua makam gua megah, yang serupa dalam ukuran dan struktur, mungkin dimulai segera setelah Liu Sheng berkuasa. Makam-makam itu mungkin memakan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan. Pembangunan makam merupakan tantangan besar secara teknis dan finansial.
Liu Sheng dan Dou Wan meninggal masing-masing pada tahun 113 dan sekitar tahun 104 SM. Saat mereka meninggal, makam-makam itu dipenuhi dengan barang-barang kuburan mewah. Makam mereka sudah siap untuk menerima penghuninya ketika keduanya meninggal. Kedua terowongan itu kemudian ditutup dengan dinding bata dan disegel dengan besi cor untuk mencegah makam-makam itu dijarah.
Penemuan revolusioner dari zaman Kekaisaran Tiongkok
“Banyak makam elite Han dirusak oleh penjarah, tetapi tindakan penyegelan di makam Mancheng ini sangat efektif,” Visconti menambahkan.
Baca Juga: Liu Bang, Kisah Rakyat Jelata yang Mendirikan Dinasti Han Tiongkok
Baru pada tahun 1960-an, selama pemerintahan Mao Zedong, gunung itu mengungkapkan harta karun yang terkubur.
Pada bulan Juni 1968, satu peleton tentara yang ditempatkan di Provinsi Hebei merobohkan tembok batu. Saat itu mereka melakukan penggalian untuk membangun tempat perlindungan serangan udara di lereng Lingshan. Di baliknya mereka menemukan apa yang tampak seperti ruang makam.
Penemuan itu terjadi pada puncak Revolusi Kebudayaan Mao. Revolusi Kebudayaan Mao adalah sebuah kampanye kekerasan terhadap yang dianggap sebagai “elemen borjuis”. Revolusi ini sering kali mengakibatkan pembunuhan dan penghinaan publik terhadap tokoh-tokoh di bidang akademis dan pendidikan.
Dalam iklim ketakutan dan paranoia ini, sebagian besar penelitian akademis terhenti. Namun pekerjaan arkeologi darurat diizinkan untuk dilanjutkan. Institute of Archaeology of the Beijing Academy of Sciences dipanggil dan segera membentuk tim untuk menyelidiki. Mereka segera menetapkan bahwa makam itu memang ruang pemakaman kuno. Kegembiraan meningkat ketika mereka menemukan makam kedua yang jaraknya tidak jauh dari makam pertama.
Tim tersebut menyelesaikan penggalian mereka pada musim panas itu. Makam Mancheng dengan cepat dijadikan sebagai simbol pencapaian luar biasa peradaban Tiongkok di bawah Dinasti Han. Penemuan itu juga dimanfaatkan oleh rezim Mao untuk memuji arkeologi Tiongkok selama Revolusi Kebudayaan.
Isi makam
Kedua makam tersebut memiliki struktur yang sama. Keduanya dapat diakses melalui terowongan sempit. Terowongan itu mengarah ke ruang depan besar yang ditutupi oleh struktur kayu dengan atap genteng.
Ruang depan tersebut dibagi menjadi dua ruang. Ruangan di sebelah utara berisi persediaan makanan yang diawetkan dalam bejana terakota. Perbekalan tersebut akan disajikan kepada orang yang meninggal di akhirat. Ruangan di sebelah selatan berisi kandang kuda. Di ruangan itu para arkeolog menemukan kereta perang dan kerangka kuda, simbol utama kekuasaan elite.
Ruang tengah membentuk aula upacara, juga dengan atap genteng yang disangga oleh struktur kayu. Di bagian tengah terdapat dua kanopi yang dikelilingi oleh berbagai objek yang disusun berderet. Ada patung-patung keramik yang mewakili para pelayan, bejana perunggu, lampu, dan senjata ritual. Di bagian belakang ruangan ini terdapat pintu batu yang memberikan akses ke ruang pemakaman itu sendiri. Ruang ini memiliki langit-langit batu, dan di bagian tengah terdapat sarkofagus. Ruangan ini dan ruangan di sebelahnya dianggap sebagai tempat tinggal pribadi almarhum.
Jubah giok untuk orang yang meninggal
Sebagai makam keluarga kekaisaran Han pertama yang ditemukan utuh, makam Liu Sheng dan Dou Wan penting. Hal ini karena strukturnya dan dua objek yang ditemukan di antara barang-barang makam. Ada pakaian seperti baju zirah yang spektakuler yang terbuat dari batu giok. Sebelum ditemukan, pakaian giok itu hanya diketahui dari deskripsi dalam sumber-sumber sastra.
Ribuan tesserae (ubin kecil) dari batu giok digunakan untuk menyusun pakaian tersebut. Giok-giok kecil disambung di sudut-sudutnya dengan benang dan kawat emas. Setiap pakaian terbuat dari 12 bagian dan disesuaikan untuk mengikuti kontur tubuh. Pakaian tersebut berfungsi sebagai kain kafan. Pakaian giok itu menjadi representasi visual transformasi kedua penguasa menjadi makhluk abadi.
Bagi arkeolog, pakaian, barang-barang kuburan yang utuh, dan benda-benda yang ditemukan di antaranya memberikan gambaran menarik. Mereka mendapatkan gambaran tentang kepercayaan, praktik, dan seni pemakaman pada periode Dinasti Han. Mumifikasi memang tidak dipraktikkan di Tiongkok saat itu. Tapi berbagai metode tetap digunakan untuk mengawetkan aspek-aspek immaterial dari orang yang meninggal. Misalnya, jiwa mereka—yang menurut beberapa tradisi Tiongkok, manusia memiliki dua jenis: hun dan po.
Hun terdiri dari roh pikiran seseorang. Po adalah jiwa dari aktivitas dan energi tubuh. Selama hidup, kedua jiwa ini bersatu secara harmonis dalam tubuh, tetapi pada saat kematian, mereka terpisah. Hun naik ke alam leluhur. Po tetap berada di dalam tubuh, dan mungkin dianggap sebagai kekuatan jahat yang perlu ditahan oleh pakaian giok.
Kedua makam tersebut kemungkinan mencerminkan konsepsi ganda ini. Keduanya menyerupai istana bawah tanah, yang mencerminkan tempat tinggal duniawi orang yang meninggal. Struktur kayu dan batu di dalam makam tersebut sesuai dengan elemen istana duniawi. Ruang depan dan aula tengah membentuk wilayah tempat po dan tubuh dapat melanjutkan keberadaan mereka dikelilingi oleh kesejahteraan. “Kesejahteraan yang sama yang mereka nikmati dalam hidup,” jelas Visconti.
Dua kursi kosong di tengah aula utama makam Liu Sheng awalnya ditutupi kanopi bertirai sutra. Aula itu memiliki vas dan patung pemakaman yang disusun berderet di sekelilingnya. Gambaran ini menggambarkan upacara ritual yang membangkitkan pangeran dan putri.
Ruang pemakaman dibangun dari batu. Ruang terakhir istana abadi, ruang pemakaman adalah tempat yang diyakini sebagai tempat orang yang meninggal akan mencapai keabadian.
Penggunaan batu giok melengkapi simbolisme ini. Terkait erat dengan surga dan keabadian, silikat halus dan berurat rapat digunakan dalam ritual pemakaman ribuan tahun. Konfusius menghitung atribut permata tersebut sebagai kebajikan, keadilan, kesopanan, kebenaran, kredibilitas, musik, kesetiaan, surga, bumi, moralitas, dan kecerdasan. Sungguh, kemewahan yang layak untuk para pangeran bangsawan.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR