Dalam beberapa bulan terakhir, semakin banyak fosil dan spesies dinosaurus yang mulai ditemukan. Sebagian masih dalam proses penelitian dan belum bisa diumumkan secara rinci. Namun fakta bahwa hanya dari segelintir fosil bisa ditemukan begitu banyak spesies menunjukkan bahwa fauna dinosaurus Afrika kala itu sangat beragam.
Meskipun fosil dari dataran luas di Amerika Utara menunjukkan adanya penurunan keanekaragaman dinosaurus, hal ini mungkin hanya fenomena lokal—bukan gambaran global. Penurunan suhu global di akhir zaman Kapur bisa jadi hanya memengaruhi wilayah lintang tinggi.
Sebaliknya, di wilayah tropis seperti Afrika, dinosaurus masih berkembang dan bahkan menunjukkan tanda-tanda diversifikasi. Jika benar, maka ini mengindikasikan bahwa dinosaurus tidak punah karena melemah, tetapi karena dihantam bencana saat mereka sedang berada di puncak kejayaan—mereka terbakar dalam kepunahan, bukan memudar secara perlahan.
Apa yang Ditunjukkan oleh Temuan Itu
Keberadaan dinosaurus terakhir di Afrika—terutama beragamnya spesies dinosaurus predator—menunjukkan bahwa sebelum kepunahan mereka, dinosaurus masih hidup dalam kondisi yang sangat subur dan aktif.
Selama lebih dari 100 juta tahun, dinosaurus berevolusi dan beraneka ragam, menghasilkan berbagai spesies luar biasa: dari predator ganas, pemakan tumbuhan raksasa, spesies akuatik, hingga bentuk terbang yang kemudian berkembang menjadi burung.
Namun, semuanya musnah dalam satu momen bencana besar, ketika bumi diliputi kegelapan selama berbulan-bulan akibat debu dan jelaga dari hantaman asteroid. Dari semua itu, hanya sekitar setengah lusin spesies burung yang berhasil bertahan.
Evolusi, pada dasarnya, digerakkan oleh peristiwa-peristiwa langka dan tak terduga—seperti hantaman asteroid. Menariknya, ilmu pengetahuan juga sering maju berkat peristiwa langka—seperti penemuan tak disengaja fosil dinosaurus yang telah terkubur selama jutaan tahun di dasar laut.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, bidaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science,Cretaceous Research |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR