Nationalgeographic.co.id—Archaeopteryx adalah dinosaurus kecil yang mirip dengan burung. Ia hidup pada Periode Jurassic Akhir di wilayah yang sekarang disebut Eropa. Archaeopteryx dianggap oleh banyak orang sebagai burung pertama, karena usianya sekitar 150 juta tahun. Akan tetapi, sebenarnya ia merupakan burung peralihan antara burung yang kita lihat terbang di halaman belakang rumah dan dinosaurus predator seperti Deinonychus.
Penemuan fosil Archaeopteryx pertama ditemukan di Solnhofen, Jerman, pada tahun 1861. Hingga kini, para ilmuwan masih terus menggali bahkan mengungkap detail baru tentang spesies purba ini.
Seperti yang dipublikasikan di jurnal Nature berjudul "Chicago Archaeopteryx informs on the early evolution of the avian bauplan" pada 14 Mei 2025, para peneliti mendeskripsikan fosil Archaeopteryx terbaru yang masuk dalam catatan ilmiah publik: Archaeopteryx Chicago, yang dipamerkan di Field Museum pada tahun 2024.
“Saat pertama kali kami mendapatkan Archaeopteryx, saya merasa ini sangat, sangat, sangat keren, dan saya sangat gembira. Namun, di saat yang sama, Archaeopteryx telah dikenal selama lebih dari 160 tahun, jadi saya tidak yakin hal-hal baru apa yang dapat kami pelajari,” kata Jingmai O’Connor, kurator asosiasi reptil fosil di Field Museum dan penulis utama makalah tersebut.
“Namun, spesimen kami sangat terpelihara dan dipersiapkan dengan baik sehingga kami benar-benar mempelajari banyak informasi baru, dari ujung moncong hingga ujung ekornya,” tuturnya dengan gembira.
Berkat kerja keras para ilmuwan yang menyiapkan spesimen tersebut, fosil ini mempertahankan lebih banyak jaringan lunak dan detail kerangka halus daripada fosil Archaeopteryx lainnya. Khususnya, fosil ini memiliki seperangkat bulu yang belum pernah terlihat sebelumnya pada spesies tersebut, yang membantu menjelaskan bagaimana ia mampu terbang, tidak seperti banyak kerabat dinosaurusnya.
Spesimen fosil Archaeopteryx Chicago ini ditemukan di endapan batu kapur dekat Solnhofen, Jerman. Fosil ini awalnya ditemukan oleh seorang kolektor fosil swasta beberapa waktu sebelum tahun 1990 dan tetap berada di tangan swasta hingga koalisi pendukung membantu Field Museum memperolehnya. Pada akhirnya, fosil tersebut tiba di museum pada bulan Agustus 2022.
Archaeopteryx hidup sekitar 150 juta tahun yang lalu selama Periode Jurassic dan merupakan hewan kecil. Spesimen Chicago adalah yang terkecil yang ditemukan sejauh ini, seukuran burung merpati. Tulangnya yang rapuh dan berongga diawetkan dalam lempengan batu kapur yang sangat keras.
"Jika Anda memiliki fosil yang sangat rapuh, Anda tidak dapat memisahkannya sepenuhnya dari matriks batuan di sekitarnya seperti yang Anda lakukan pada sesuatu yang besar dan padat seperti T. rex," kata O'Connor.
Persiapan yang cermat dan dipandu dengan teknologi ternyata menghasilkan detail yang lebih halus dari fosil Chicago Archaeopteryx dibandingkan spesimen lainnya.
Baca Juga: Apakah Burung Keturunan Dinosaurus? Ini Jawaban Ahli Paleobiologi
“Kami beruntung karena spesimen ini sangat terawetkan, tetapi kami juga dapat melihat fitur-fitur yang mungkin terawetkan di spesimen lain, tetapi tidak berhasil melalui proses persiapan yang lebih kasar di masa lalu," kata O'Connor.
Meskipun ada banyak hal yang dapat dipelajari dari Chicago Archaeopteryx, dalam makalah ini, O’Connor dan timnya berfokus pada beberapa area khususnya: kepala, tangan dan kaki, serta bulu sayap.
“Tulang-tulang di langit-langit mulut membantu kita mempelajari evolusi sesuatu yang disebut kinesis kranial—fitur pada burung modern yang memungkinkan paruh bergerak secara independen dari tempurung otak. Hal itu mungkin tidak terdengar menarik, tetapi bagi orang-orang yang mempelajari evolusi burung, itu sangatlah penting, karena telah dihipotesiskan bahwa kemampuan untuk mengembangkan tengkorak khusus untuk relung ekologi yang berbeda mungkin telah membantu burung berevolusi menjadi lebih dari 11.000 spesies saat ini,” ungkap O’Connor.
Sementara itu, jaringan lunak yang diawetkan di tangan dan kaki Chicago Archaeopteryx memperkuat gagasan bahwa Archaeopteryx menghabiskan banyak waktunya berjalan di tanah dan bahkan mungkin dapat memanjat pohon.
Kunci terbang Archaeopteryx mungkin adalah seperangkat bulu yang belum pernah terlihat sebelumnya pada anggota spesiesnya: seperangkat bulu panjang di lengan atas, yang disebut tersier.
“Dibandingkan dengan kebanyakan burung yang masih hidup, Archaeopteryx memiliki tulang lengan atas yang sangat panjang,” kata O’Connor. "Dan jika Anda mencoba terbang, memiliki tulang lengan atas yang panjang dapat menciptakan celah antara bulu primer dan sekunder yang panjang pada sayap dan bagian tubuh lainnya. Jika udara melewati celah tersebut, daya angkat yang Anda hasilkan akan terganggu, dan Anda tidak dapat terbang."
Namun, burung modern telah mengembangkan solusi untuk masalah ini: tulang lengan atas yang lebih pendek, dan seperangkat bulu tersier untuk mengisi celah antara tubuh burung dan bagian sayap lainnya.
O’Connor mengatakan bahwa studi awal ini hanyalah awal bagi Chicago Archaeopteryx.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR