“Setiap sudut, celah, dan tonjolan yang muncul pada tulang dapat memberi tahu kita sesuatu tentang tempat otot atau tendon menempel dan seberapa besar ukurannya,” kata Clark. Pada tulang-tulang ini, terdapat tonjolan yang sangat penting, titik perlekatan otot yang disebut tuberkel. Pada setiap tulang, tonjolan tersebut lebih besar dan lebih jauh ke bawah daripada pada kebanyakan burung.
"Ketika kita melihat tuberkel sebesar ini dan sejauh ini pada burung modern, itu ada pada burung pemangsa seperti burung hantu dan elang," kata Clark.
"Hal itu karena ketika mereka berburu dan mengambil mangsanya dengan kaki mereka, mereka mengangkat benda yang beratnya proporsional dan memegangnya dekat dengan tubuh mereka agar tetap seefisien mungkin secara aerodinamis. Tulang pergelangan kaki fosil ini sepertinya dibuat untuk melakukan hal yang serupa."
Dari tiga tulang kaki itu, Clark dan timnya mendeskripsikan dua spesies baru kepada sains: Avisaurus darwini, yang diambil dari nama Charles Darwin, dan Magnusavis ekalakaenis, yang diambil dari nama kota Ekalaka, Montana, tempat fosil itu ditemukan.
Tulang ketiga mungkin merupakan spesies baru lainnya, tetapi kondisi fosil yang rusak membuatnya sulit untuk dipastikan.
Semua burung ini merupakan bagian dari kelompok yang disebut avisauridia. Mereka termasuk dalam kelompok burung besar yang disebut enantiornithines, yang punah bersama sebagian besar dinosaurus lainnya ketika asteroid menghantam 66 juta tahun yang lalu.
Penelitian ini meningkatkan pemahaman kita tentang kehidupan burung prasejarah dan mekanisme bertahan hidup mereka melalui kepunahan massal.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR