Nationalgeographic.co.id—Sebuah inisiatif penting untuk memperkuat pengelolaan ekosistem karbon biru (blue carbon) berkelanjutan di Asia Tenggara telah resmi diluncurkan.
Pada hari Rabu, 21 Mei 2025, ASEAN, Pemerintah Jepang, dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) meluncurkan Proyek ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABCF) di Jakarta.
Proyek ambisius ini bertujuan untuk mengidentifikasi, memetakan, dan menilai cadangan karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir dan laut melalui pendekatan ilmiah, teknologi satelit, dan penilaian lapangan.
Mendorong Ketahanan Iklim dan Pertumbuhan Inklusif Melalui Solusi Pembiayaan Inovatif
Proyek ABCF, yang didanai oleh Pemerintah Jepang dan dilaksanakan oleh UNDP Indonesia bekerja sama dengan ASEAN Coordinating Task Force on Blue Economy (ACTF-BE), sejalan dengan tujuan Kerangka Ekonomi Biru ASEAN.
Inisiatif ini bertekad untuk mengembangkan solusi pembiayaan inovatif yang tidak hanya mendorong ketahanan iklim tetapi juga memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif di seluruh kawasan ASEAN dan Timor Leste.
"Ekonomi biru telah menjadi pendorong penting dalam pertumbuhan sekaligus mendorong kelestarian ekosistem sumber daya air di kawasan ASEAN," ujar Satvinder Singh, Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Proyek ABCF akan berupaya memperkuat kapasitas teknis dalam menilai stok karbon, mengembangkan profil karbon biru yang kuat, dan mengintegrasikan strategi karbon biru ke dalam rencana pembangunan nasional dan regional di ASEAN dan Timor Leste.
Hal ini merupakan kelanjutan dari Proyek Inovasi Ekonomi Biru ASEAN sebelumnya yang juga didukung oleh Jepang, menggarisbawahi komitmen kuat ASEAN terhadap ekonomi biru yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Dengan menyelaraskan kebijakan, pembiayaan, dan pendekatan berbasis sains, proyek ini bertujuan untuk membuka potensi iklim dan ekonomi yang belum dimanfaatkan dari ekosistem laut dan pesisir.
Memanfaatkan Potensi Karbon Biru di Asia Tenggara
Asia Tenggara memiliki peran krusial dalam mitigasi iklim global, dengan sekitar 33% dari padang lamun dunia dan hampir 40% dari lahan gambut tropis yang diketahui, mewakili sekitar 6% dari sumber daya lahan gambut global. Meskipun demikian, ekosistem vital ini masih kurang dimanfaatkan karena adanya kesenjangan teknis, finansial, dan kebijakan.
Baca Juga: Benarkah Mendesain Ulang Karbon Biru dapat Membantu Mendukung Masyarakat Lokal?
KOMENTAR