Nationalgeographic.co.id—Saat membayangkan dasar laut, mungkin kita berpikir tentang bangkai kapal atau hiu. Namun, sedimen dasar laut ternyata punya peran penting dalam mengatasi krisis iklim.
Fenomena ini adalah bagian dari studi blue carbon (karbon biru), yang mengungkap peran penting ekosistem laut dan pesisir dalam menyimpan karbon. Ekosistem ini meliputi padang lamun, hutan kelp, hutan mangrove, dan rawa-rawa.
Habitat blue carbon sangat efektif dalam menyerap karbon dioksida dari atmosfer, sama seperti tumbuhan di darat. Bahkan, rawa asin mampu menyerap karbon 43-55 kali lebih tinggi per unit area dibandingkan hutan di darat.
Padang lamun, meskipun hanya mencakup kurang dari 0,1% dasar laut, menyimpan 10-18% dari total karbon lautan dan menyerapnya 35 kali lebih cepat dari hutan hujan. Karbon yang terserap ini kemudian 'terkunci' dalam sedimen dasar laut selama ribuan tahun, seperti yang dikonfirmasi oleh penentuan usia radiokarbon.
Ekosistem blue carbon mampu mengubur karbon dengan tingkat yang satu tingkat magnitudo lebih besar dibandingkan ekosistem terestrial. Diperkirakan padang lamun, rawa asin, hutan mangrove, dan rumput laut bertanggung jawab atas 50% karbon yang terkunci dalam sedimen laut. Istilah blue carbon sendiri baru muncul pada tahun 2009.
Manfaat Ganda Ekosistem Blue Carbon
Menurut Caitlin Cunningham, Penasihat Keberlanjutan Kelautan dari NatureScot di Skotlandia, “habitat blue carbon menyediakan layanan regulasi iklim yang penting, tetapi mereka juga memainkan peran penting dalam ekosistem yang lebih luas tempat mereka berada.”
“Mereka mendukung tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan layanan ekosistem vital lainnya seperti pertahanan banjir pesisir, filtrasi air, dan habitat pembibitan untuk spesies ikan remaja, yang meningkatkan ketahanan pangan,” tambah Cunningham seperti dilansir IFL Science.
Padang lamun diperkirakan mendukung daerah penangkapan ikan yang memberi makan lebih dari 3 miliar orang.
Sayangnya, habitat-habitat ini terancam. Perusakan atau gangguan dapat melepaskan kembali karbon yang telah tersimpan. Lingkungan pesisir, tempat habitat blue carbon berada, rentan terhadap pembangunan, polusi, dan kenaikan permukaan air laut.
Di Eropa, lebih dari 50% rawa asin dan padang lamun telah hilang. Secara global, antara tahun 2000-2019, area rawa asin yang hilang setara dengan dua kali luas Singapura. Lebih dari setengah ekosistem mangrove, yang mencakup sekitar 15% garis pantai dunia, juga terancam punah.
Baca Juga: Benarkah Karbon Biru Merupakan Solusi Iklim yang Tersembunyi di Lautan?
KOMENTAR