Untuk menopang lehernya yang luar biasa panjang, M. sinocanadorum berevolusi menjadi ringan, tetapi tetap kuat. Pemindaian tomografi (CT) menunjukkan bahwa hingga 77 persen volume tulang lehernya terdiri dari rongga berisi udara. Struktur tulang ini mirip dengan tulang burung bangau modern.
Temuan selanjutnya, terungkap bahwa dinosaurus ini memiliki tulang rusuk leher sepanjang 4 meter yang berfungsi untuk melindungi leher dari cedera. Tulang-tulang itu tersusun seperti batang-batang panjang dan saling tumpang tindih di kedua sisi leher. Struktur seperti ini juga ditemukan pada sauropoda lain.
Alasan pasti mengapa M. sinocanadorum berevolusi dengan leher sepanjang itu masih belum diketahui. Menurut Moore, kemungkinan besar bentuk tubuh itu membuatnya lebih efisien dalam mencari makan.
Selain itu, fungsi lain dari leher panjang adalah membantu hewan ini membuang panas tubuh. Ini mirip seperti telinga besar pada gajah yang membantu menjaga suhu tubuh tetap stabil.
Studi baru ini disambut antusias oleh komunitas ilmiah. Mike Taylor, peneliti dari Department of Earth Sciences di University of Bristol, Inggris, menyebut temuan ini “sangat menarik.”. Taylor tidak terlibat dalam studi ini, tetapi telah banyak meneliti leher sauropoda.
Hasil studi ini mengingatkannya pada temuan dinosaurus dengan leher terpanjang pada masa silam. Ia merasa lucu, sebab beberapa dekade lalu, leher dinosaurus terpanjang yang diketahui adalah milik Giraffatitan brancai, Mamenchisaurus hochuanensis, dan Barosaurus lentus.
Semua spesies itu memiliki panjang leher sekitar 9 meter. “Kini kita melihat bukti kuat bahwa leher dinosaurus bisa jauh lebih panjang dari itu,” ungkapnya.
Taylor juga terkagum-kagum dengan panjang leher mereka dan menyebutnya sebagai struktur biologis paling menakjubkan yang pernah ada. Sebab, selain tantangan mekanis dalam menopang leher sepanjang itu, sauropoda juga harus bernapas melalui lehernya, mengedarkan darah, mengatur suhu, menggerakkan makanan, dan masih banyak lagi.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science,Journal of Systematic Palaeontology |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR