Untuk memahami fungsi babi hutan ini, kita perlu membicarakan sedikit soal keunikan hutan Borneo. Hutan Kalimantan didominasi oleh sebuah keluarga pohon, yaitu Dipterocarpaceae. Pohon ini tidak pernah meranggas, sebagian besar hidup di hutan dataran rendah, dan dapat dikenali dari mahkota pohon dewasa yang tidak saling bersentuhan.
Baca juga: Rentetan Bom Surabaya dan Fenomena Aksi Terosisme oleh Lone Wolf
Sebagian besar spesies kayu yang dikembangkan untuk hutan industri berasal dari keluarga Dipterocarpacaeae. Kondisi ini meningkatkan sensitivitas hutan Kalimantan terhadap penebangan yang tidak berkelanjutan.
Pada interval 2-15 tahun yang terjadi secara tidak teratur, ada fenomena unik di pulau Kalimantan: semua spesies Dipterocarpaceae—serta beberapa spesies Fagaceae yang menghasilkan biji-bijian kaya protein—berbuah sekaligus dalam waktu yang singkat. Tidak melebihi beberapa minggu.
Kadang-kadang hingga 90% pohon sejenis di satu bagian hutan akan berbuah pada saat yang bersamaan. Dari sudut pandang biologi evolusioner, fenomena yang terpusat di satu ruang dan waktu yang disebut mast fruiting ini, bertujuan untuk mengalahkan calon predator, strategi yang dikenal sebagai “predator satiation”.
Karena fenomena itu terjadi dalam waktu yang tidak teratur di dalam mosaik hutan, hewan-hewan yang mencari buah-buahan bergizi ini—yaitu utamanya babi berjanggut—harus berpindah dari satu zona berbuah ke zona yang berikutnya. Dengan melakukan itu, mereka melakukan fungsi penting untuk pohon-pohon dipterocarp, menyebarkan biji-bijinya dalam jarak yang sangat jauh.
Pejalan kaki yang tak kenal lelah, babi berjanggut juga membentuk ulang permukaan tanah dan mempercepat penguraian materi organik. Babi berjanggut menjelajah dan membersihkan semak belukar, meningkatkan akses akar pohon ke nutrisi tanah.
Babi berjanggut telah berevolusi untuk beradaptasi dengan pembuahan diterocarp yang sulit diprediksi.
Mereka adalah pemakan tumbuhan dan daging (omnivora) dan dapat hidup dari sumber makanan alternatif ketika pohon dipterocarp tidak menghasilkan buah, periode yang dapat berlangsung beberapa tahun.
Ketika makanan berlimpah tersedia, metabolisme babi hutan yang efisien memungkinkan mereka untuk menyimpan lemak yang akan membantunya bertahan hidup selama masa paceklik.
Sifat fisiknya juga memperkuat kemampuannya untuk bertahan hidup: mereka sangat subur, berkembang biak dalam usia muda, dan dapat hidup dalam kelompok kecil atau besar. Kakinya yang panjang cocok untuk migrasi ekstensif dalam hutan yang lebat. Mereka juga mahir berenang. Semua ini memaksimalkan akses mereka terhadap sumber daya.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR