Situasi diperparah dengan nilai tukar rupiah yang jeblok hingga Rp 16.000 per dollar AS.
Devisa negara tergerus hanya tinggal 20 miliar dollar, adapun utang pemerintah mencapai 130 miliar dollar AS. Presiden Soeharto lantas bekerja sama dengan IMF untuk mengatasi krisis ekonomi 1998.
Namun, keputusan itu menyulut publik dan membuat ketidakpuasan memuncak. Dalam hitungan bulan, krisis ekonomi pun kian kompleks karena disertai dengan krisis sosial dan politik.
Sementara itu, pada 11 Maret 1998, Soeharto dilantik ke-7 kalinya sebagai Presiden.
Firasat
Patahnya palu dalam Sidang Paripura ke-5 pada 11 Maret 1998 silam menandai terpilihnya lagi Soeharto, yang berpangkat Jenderal Besar TNI, menjadi presiden.
Selaku orang Jawa, Harmoko terus bertanya-tanya tentang peristiwa yang ia alami. Apalagi, patahnya palu sidang baru kali itu terjadi. Raut wajahnya berubah saat Harmoko menceritakan peristiwa itu.
Ada firasat yang dirasakan oleh mantan Menteri Penerangan itu. Peristiwa patahnya palu tak bisa ia lupakan.
Usai terpilih lagi menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya, Soeharto dihadapkan dengan aksi-aksi demonstrasi besar menentang pemerintahan. Mahasiswa Universitas Trisakti menuntut reformasi pada 12 Mei 1998.
Aksi demonstrasi ini kemudian berujung tragedi.
Firasat tak enak Harmoko lantas terjawab. Hanya dalam 70 hari setelah peristiwa patahnya palu, 21 Mei 1998, Soeharto memutuskan mundur dari jabatanya lantaran desakan publik.
Baca juga: ‘Yanny’ atau ‘Laurel’: Mengapa Kita Bisa Mendengar Kata yang Berbeda?
Perjalanan Soeharto sebagai presiden RI selama 32 tahun pun patah bak palu yang diketukkan Harmoko.
Menurut Arwan Tuti Artha, penulis buku Dunia Spritual Soeharto, patahnya kepala palu di Sidang Paripura MPD ke-5 memberi isyarat patahnya perjalanan Pak Harto di tengah jalan.
Lengsernya Soeharto menandai munculnya era baru bernama reformasi. Era ini diharapkan mengembalikan demokrasi yang dianggap lenyap selama 32 tahun Orde Baru berkuasa. Dan hari ini, Senin (21/5/2018) reformasi genap berusia 20 tahun.
Artikel ini pernah tayang pada Kompas.com. Baca artikel sumber.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR