Pada awal minggu ini, Gunung Merapi memang tampak beberapa kali mengalami letusan freatik—diakibatkan oleh uap air yang dihasilkan oleh air yang bersinggungan dengan magma. Tidak hanya itu, letusan juga diikuti oleh gempa yang juga berasal dari sumber yang sama.
Baca juga: Warga Buang Sampah Sembarangan, Gajah Sri Lanka Sering Makan Plastik
Ketika pertama kali mengalami letusan freatik, Senin (21/5/2018), Gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengan dengan DIY Yogyakarta ini masih menyandang status Normal (level 1). Namun pada hari ini, Selasa (22/5/2018), status Merapi ditingkatkan menjadi "waspada" atau level 2, setelah empat kali mengalami letusan freatik.
Peningkatan status ini berimbas pada evakuasi dan pengosongan hunian pada radius 3 km—terhitung dari puncak Merapi. Kegiatan yang terletak pada area pengosongan juga diharuskan untuk berhenti. Hanya kegiatan penyelidikan dan penelitian terkait mitigasi bencana yang masih berlangsung.
Berdasarkan dari informasi yang diterima oleh media, proses evakuasi dimulai pada pukul 02.03 WIB, beberapa menit setelah letusan yang terjadi pada Selasa (22/5/2018) pukul 01.47 WIB—letusan berlangsung selama tiga menit dengan ketinggian asap setinggi 3.500 m.
Pengungsi ditempatkan pada beberapa tempat, yakni balai desa Glagaharjo, balai desa baru Argomulyo, PNPM Glagaharjo, SD Tritis, Ngepring Purwobinangun (simpang empat), titik kumpul jalur evakuasi Kaliurang Timur, balai desa Umbulharjo, dan balai desa Wonokerto.
Baca juga: Bagaimana Para Astronaut Menjalankan Salat dan Puasa di Luar Angkasa?
Terkait dengan peningkatan status merapi dari "normal" menjadi "waspada", masyarakat dihimbau untuk dapat memilah berbagai informasi terkait letusan.
Ketika bencana alam terjadi, kita akan menemukan banyak "pesan berantai" di dalam aplikasi percakapan. Sayangnya, seringkali informasi yang disertakan adalah informasi yang salah ataupun tidak tepat, sehingga menimbulkan ketakutan dan keresahan.
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR