Puluhan anjing tua segera berlari ke pinggir pantai saat mereka melihat perahu kayu kecil yang akan berlabuh. Mereka tahu apa yang dibawa para nelayan dalam kapal: makanan dan minuman.
Perahu yang digerakkan oleh mesin jip tua tersebut, berhenti ketika air laut masih setinggi pinggang. Dua nelayan melompat dari sana dan anjing-anjing menggonggong untuk menyambut mereka.
“Pulau anjing” di Karachi, yang dikenal dengan nama Dingy atau Buddo, merupakan rumah bagi puluhan anjing terlantar.
Baca juga: Imunisasi Bayi di Tengah Hutan, Perjuangan Tenaga Kesehatan di Papua
Rendahnya pemahaman akan hak-hak binatang dan adanya sentimen terhadap anjing di negara Muslim tersebut menyebabkan pemusnahan brutal. Setiap tahunnya, banyak mayat anjing yang menumpuk di jalanan -- membusuk di udara panas sebelum buldozer mengangkat dan membuang mereka.
Meskipun kekurangan makanan dan minuman bersih, namun setidaknya, anjing-anjing tersebut merasa aman di pulau tersebut -- mereka terhindar dari “pemusnahan massal".
Kelangsungan hidup anjing-anjing ini sepenuhnya bergantung pada pasokan makanan yang dibawa oleh nelayan Karachi saat mereka menyebarkan jaring di pantai.
“Kami sering melihat hewan-hewan ini menunggu di tepi pantai dan berharap mendapat makanan. Kami merasakan ‘panggilan’ mereka,” kata Abdul Aziz, nelayan Pakistan berusia 30 tahun, sesaat setelah memberi panekuk dan air kepada anjing-anjing di Dingy.
Tidak jelas siapa yang pertama kali membawa anjing-anjing ke pulau tersebut. Namun, para nelayan yakin, mereka dibawa oleh para penduduk desa ke sana untuk menyelamatkannya dari pembunuhan.
Baca juga: Kisah Amalia Usmaianti, Salah Satu Dokter Pengabdi di Pedalaman Papua
Di pulau Dingy, anjing-anjing melompat di sekitar Aziz dan rekannya, Mohammad Dada. Mereka berdiri dengan kaki belakang, lalu mengelilingi kedua nelayan itu untuk memperebutkan makanan dan air.
Anak anjing sering dikalahkan oleh yang lebih tua dan besar. Namun, nelayan baik hati ini memastikan mereka tetap mendapat makanan – tanpa terkecuali.
“Manusia tidak akan ada artinya tanpa belas kasih,” ujar Aziz sambil memandang pulau anjing yang dipenuhi dengan sampah plastik.
“Manusia mengalami lapar dan haus, begitu pun dengan anjing-anjing ini. Mereka merasakan hal yang sama,” pungkasnya.
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR