Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa stres berkelanjutan akan mengubah struktur otak di wilayah yang memengaruhi emosi dan mengatur perilaku kita.
Charles Nelson, ahli saraf dari Harvard University, mengatakan, anak-anak di bawah tiga tahun dengan perkembangan otak yang sangat pesat adalah yang paling berisiko terhadap ‘stres beracun’ ini.
Bagaimana dengan anak-anak imigran?
Anak-anak dari Amerika Tengah yang tiba dengan keluarga mereka di perbatasan AS, sudah mengalami trauma saat meninggalkan rumah. Dan mereka harus mendapat trauma tambahan lagi dari perjalanan yang sulit menuju utara.
“Pemisahan di perbatasan akan meningkatkan kerentanan mereka,” ujar Nelson.
“Menempatkan anak-anak pada lokasi yang menerapkan peraturan ketat seperti institusi, dapat menyebabkan kerusakan permanen pada pikiran dan tubuh mereka. Setidaknya, itu yang dijelaskan sains mengenai dampak pemisahan,” paparnya.
Baca juga: Karena Viral, Video Eksperimen Penculikan Anak Justru Menjadi Bencana
Bahkan, menurut dr. Collen Kraft, presiden American Academy of Pediatrics, ketika anak-anak tersebut nantinya dipertemukan kembali dengan orangtuanya, trauma mereka belum tentu hilang.
“Anak-anak tetap membutuhkan perawatan trauma setelahnya untuk membantu mereka bertahan,” pungkas dr. Collen.
Source | : | New York Post |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR