Warga Jerman
Pada tahun 1912, Fokker kembali ke Jerman dan menetap di Johannistal, Berlin. Fokker kemudian mendirikan sebuah abrik pesawat terbang, Fokker Aeroplanbau di Johannistal.
Ketika pabriknya terus berkembang dan mampu memproduksi berbagai tipe pesawat, Fokker kemudian memindahkan pabriknya menuju kawasan Schwerin dan mengubah nama pabriknya menjadi Fokker Werke GmbH.
Karier Fokker semakin menanjak ketika ia menciptakan sebuah pesawat berbahan kayu—secara teknis, Fokker terinspirasi dari pesawat Perancis, Morane Sauliner. Pesawat ini kemudian menjadi pesawat tempur andalan Jerman.
Baca juga: Demam Piala Dunia Masih Bergema di Kamp Pengungsian Rohignya
Tidak berhenti sampai di situ, dengan lisensi dari pabrik pesawat Perancis, Le Rhone, Fokker kemudian mengembangkan pesawat tersebut menjadi beberapa tipe dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan pesawat yang ia "tiru".
Walau menyandang predikat perancang pesawat terbaik di Jerman, Fokker sempat dianggap sebagai warga kelas dua dan dianggap sebagai orang asing oleh para perancang lainnya. Bukan tanpa sebab, saat itu Fokker masih berkewarganegaraan Belanda.
Sistem rotary engine yang secara kemampuan (power) dan kualitas lebih unggul dibandingkan sistem rotary engine buatan perancang Jerman, dianggap sebagai barang kelas dua.
Meskipun mendapat perlakuan diskriminatif, Fokker lebih memilih untuk mengalah. Selama tinggal di Jerman, Fokker sudah terbiasa dan maklum terhadap warga Jerman (ras Germania) yang selalu merasa lebih unggul dibandingkan bangsa lainnya.
Namun ketika militer Jerman mulai memikirkan pentingnya sebuah pesawat dalam pertempuran, Fokker kemudian diterima sebagai warga Jerman (1914) dengan syarat pesawat hasil rancangannya harus bermanfaat bagi militer Jerman.
Seiring dengan pecahnya PD I, produksi pesawat rancangan Fokker yang digunakan untuk bertempur menjadi semakin beragam. Pesawat tempur Fokker E I yang sengaja dirancang untuk kepentingan militer Jerman, langsung membuat militer Jerman tertarik. Sistem penembakkan senapan mesin pesawat Fokker E I sudah bisa sinkron dengan putaran baling-baling pesawat.
Baca juga: Mengapa Gerhana Bulan 27 Juli Akan Berlangsung Dalam Waktu yang Lama?
Pesawat ini pun menjadi "raja langit" selama satu tahun di kawasan Eropa Barat.
Sistem penembakan senapan mesin—peluru yang ditembakkan mampu melintas di antara putaran baling-baling— ini sebenarnya bukan murni rancangan Fokker. Sistem ini adalah sistem yang dimiliki oleh sebuah pesawat Perancis yang ditembak jatuh dan disita oleh militer Jerman pada April 1915.
Pilot Perancis yang selamat dari jatuhnya pesawat tersebut, Roland Garros, adalah seorang perancang alat tembak (synchronization device). Walaupun ditawan oleh pihak militer Jerman, namun Roland memberikan banyak masukan dan saran kepada teknisi Jerman, termasuk Fokker.
Dengan keahliannya, Fokker dapat menyelesaikan pengembangan synchronization device hanya dalam waktu 48 jam saja.
Source | : | britannica,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR