Nationalgeographic.co.id – Wabah campak dan rubella, tengah menyerang beberapa wilayah di Indonesia. Dilansir dari Kompas.com, pada akhir Agustus, Dinas Kesehatan Kota Padang menemukan delapan anak terjangkit penyakit ini.
Akibatnya, mereka menderita gangguan pendengaran, katarak, keterlambatan berbicara, dan gagal jantung.
Sementara itu, di Kepulauan Riau, ada 200 anak yang terserang campak dan rubella, terhitung sejak 2017 lalu.
Kemudian, menurut laporan Tirto.id baru-baru ini, 37 penduduk Banjarbaru, Kalimantan Selatan, juga dinyatakan positif menderita penyakit tersebut.
Infeksi menular
Campak dan rubella merupakan infeksi menular yang dapat menyebabkan ruam merah di tubuh. Selain itu, pengidap penyakit ini juga mengalami demam dan bengkak pada kelenjar getah bening.
Perlu diketahui bahwa campak dan rubella dapat menyebar antarmanusia melalui kontak langsung maupun udara dan air liur. Artinya, kita bisa terkena penyakit ini jika menyentuh mulut, hidung, atau mata seseorang yang terkontaminasi virus tersebut. Juga ketika terpapar bersin dan batuk mereka, atau berbagi makanan dengan orang yang terinfeksi.
Baca Juga : Emotional Eating, Kebiasaan Melampiaskan Stres dengan Makan Berlebihan
Meski gejalanya dianggap ringan, namun campak dan rubella bisa sangat berbahaya bagi ibu hamil. Infeksi bisa menyerang janin mereka dan memengaruhi perkembangan bayi nantinya.
Pada beberapa kasus, itu menyebabkan cacat lahir yang serius. Membuat anak lahir dengan kelainan jantung, tuli, dan kerusakan otak.
Vaksin MR
Salah satu cara untuk mencegah wabah campak dan rubella adalah dengan vaksin MR. Kementerian Kesehatan sendiri telah melaksanakan program pemberian imunisasi ini di wilayah-wilayah Indonesia.
Namun, sayangnya, masih ada pro dan kontra yang muncul terkait dengan vaksin MR – terutama karena ia mengandung babi.
Majelis Ulama Indonesia melalui fatwa Nomor 33 Tahun 2018, menyatakan bahwa vaksin MR memang haram karena mengandung babi, tetapi penggunaannya diperbolehkan karena faktor darurat.
“Dalam proses produksinya, itu menggunakan bahan yang berasal dari babi. Tetapi penggunaan vaksin MR, produk dari Serum Institute of India pada saat ini dibolehkan (mubah),” kata Hasanuddin, Ketua Komisi Fatwa MUI, dikutip dari Kompas.com.
Ada tiga alasan kenapa MUI mengizinkan penyuntikkan vaksin MR untuk sementara. Pertama, karena kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah). Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten tentang bahaya yang ditimbulkan campak dan rubella jika tidak diimunisasi vaksin MR.
Ancaman wabah campak-rubella
Meski MUI sudah membolehkan, namun ada pihak yang masih enggan memberikan vaksin MR. Beberapa pemimpin daerah bahkan meminta penundaan imunisasi, padahal penyakit ini semakin menyerang warganya.
Menurut Kementerian Kesehatan, ada delapan provinsi di Indonesia yang terendah dalam hal imunisasi vaksin MR. Di antaranya Aceh (4,94%), Riau (18,92%), Sumatera Barat (21,11%), Nusa Tenggara Barat (20,37%), Bangka Belitung (26,45%), Kalimantan Selatan (28,31%), Sumatera Selatan (29,53%) dan Kepulauan Riau (34,50%).
Rendahnya keikutsertaan provinsi-provinsi tersebut, membuat target pemerintah untuk memberikan vaksin MR kepada 95% anak Indonesia, gagal. Per September 2018, hanya 42,98% anak yang berhasil diimunisasi.
Baca Juga : Kematian Akibat Virus Rabies, Sebagian Besar Menyerang Anak-Anak
Masalahnya, imunisasi tahap 2 yang tidak berjalan baik di berbagai daerah ini, berdampak besar bagi kesehatan anak-anak Indonesia.
“Kalau imunisasi MR fase dua ini gagal, kita siap-siap menghadapi KLB (kejadian luar biasa) campak," kata Yanuar Nugroho, Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP), dilansir dari Kompas.com.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes, Vensya Sitohang menambahkan, apabila imunisasi tahap dua ini gagal, artinya 32 juta anak Indonesia di rentang usia 9 bulan hingga 15 tahun tidak terlindungi virus campak dan rubella. Ini bisa memicu peningkatan kematian anak di Indonesia.
"Campak itu dapat menyebabkan komplikasi yang serius, misalnya diare, radang paru, gizi buruk, radang otak, kebutaan, bahkan kematian," pungkas Vena.
Source | : | Dari berbagai sumber |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR