Sebelum adanya bank sampah ini, masyarakat setempat masih membuang sampah di sembarang tempat, sehingga berdampak pada lingkungan. Namun sejak adanya bank sampah, perilaku masyarakat pun berangsur berubah. Lingkungan juga semakin sehat.
Dataran tinggi Kamojang memang menjadi kawasan hulu bagi Sungai Citarum. Sehingga dengan adanya bank sampah, selain masyarakat mendapat penghasilan tambahan, mereka juga turut serta dalam program konservasi Citarum.
Geotermal dalam kehidupan sehari-hari
Berbicara mengenai pelestarian lingkungan, masyarakat Kamojang juga memiliki satu lagi aksi nyata, yakni pengurangan polusi zat kimia dari area budidaya kentang. Budidaya kentang dipandang tidak ramah lingkungan, karena para petani terbiasa menggunakan pupuk kimia untuk menyuburkan lahan mereka.
Untuk mencegah tanaman dan hasil panen terbebas dari penyakit, masyarakat juga terbiasa menggunakan obat-obatan kimia. Padahal hal tersebut membawa dampak pada lingkungan dan juga air sungai Citarum.
Mengakali hal tersebut, Caca Cahyadi, seorang warga yang berprofesi sebagai pembudidaya bibit kentang ini pun melakukan berbagai hal. Ia membuat pupuk kompos yang lebih aman bagi lingkungan untuk digunakan dalam menanam kentang. Tidak main-main, hasil panen kentang pun mengalami peningkatan kualitas.
Ayah tiga anak ini pun menggunakan geotermal sebagai bagian dari usaha pelestarian lingkungan. "Geotermal tidak hanya untuk energi listrik, tapi juga bisa bermanfaat untuk pertanian," ungkapnya.
Suhu panas dari uap bumi ini pun dimanfaatkan untuk mencuci hama pada serabut kelapa, sebagai media tanam. "Dengan suhu hingga 170—secara teknis cukup pada 120 derajat Celcius—derajat Celcius, bakteri bisa mati tanpa menghilangkan unsur hara yang dibutuhkan bibit," ucap Caca lebih lenjut. Serabut kelapa pun dapat digunakan hingga empat kali. Dampaknya? Limbah yang dihasilkan dari proses penanaman pun jauh berkurang.
Tidak hanya itu, suhu tinggi ini juga dimanfaatkan untuk mengeringkan biji kopi.
Baca Juga : Teknologi Semakin Berkembang, Generasi Z Pilih YouTube Untuk Belajar
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR