Nationalgeographic.co.id - PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (MPISW), kini resmi menyandang status pailit.
Sariwangi memang terkenal dengan teh celup-nya. Perusahaan ini menjadi pelopor teh celup di Indonesia sejak tahun 1973. Namun, sebelum dipopulerkan di Indonesia, teh celup telah populer di dunia. Bahkan, konon penemuan teh celup mengubah kebiasaan minum teh masyarakat di dunia.
Salah satu yang berubah dari penemuan ini adalah kepraktisan dan kemudahan karena untuk membuat teh tidak lagi memerlukan saringan.
Baca Juga : Kisah Masyarakat yang Hidup Berdampingan dengan Harimau
Tidak ada yang tahu siapa yang pertama kali menemukan cara ini. Namun, banyak yang mengatakan bahwa sang pemula adalah Thomas Sullivian, seorang importir teh Amerika.
Konon katanya, pada tahun 1908, Sullivian mengirimkan sampel teh kepada pelanggan dalam sebuah kantong sutra. Namun, beberapa pelanggannya salah paham di mana mereka langsung menyeduh teh tersebut tanpa melepaskan kantongnya.
Cara ini disukai oleh banyak orang sehingga para pelanggan meminta Sullivan untuk menyeduhnya seperti itu.
Sejak saat itu, Sullivan mulai berinovasi dengan mengganti kain sutra menjadi kain kasa. Dan inilah pertama kalinya teh celup dibuat secara khusus.
Beberapa literatur tidak setuju dengan pendapat bahwa Sullivian adalah penemu teh celup. Mereka percaya bahwa penemunya adalah Roberta C Lawson dan Mary Molaren dari Wisconsin.
Lawson dan Molaren disebut telah menemukan teh celup pada tahun 1901. Mereka juga telah mengajukan hak paten untuk teh celup.
Keduanya kemudian menjelaskan bagaimana teh celup seharusnya dibuat: jaring kainnya tidak boleh begitu rapat agar teh mudah diseduh. Dari rincian yang dijelaskan, mereka membuat teh celup menggunakan kain jala yang telah dijahit.
Meski banyak kontroversi mengenai penemunya, teh celup terus berkembang -- terutama pada bahan pembungkus teh. Banyak produsen yang berlomba untuk mencari bahan terbaik, mulai dari menggunakan kain katun tipis, kassa, kertas fiber hingga kertas berlubang.
Hasilnya menunjukan bahwa kertas memang dianggap sebagai bahan terbaik untuk membuat teh celup. Kala itu, teh celup dibuat dalam dua ukuran, yaitu untuk panci dan cangkir.
Selain itu, ditambahkan pula benang yang menggantung disamping untuk memudahkan mengambil kantong teh.
Pada 1930-an, awalnya kantong teh dijahit, tetapi kemudian diganti dengan menggunakan segel panas. Cara ini dianggap lebih praktis dan cepat oleh produsen.
Kemudian sekitar tahun 1944, bentuk teh celup mulai mengalami perubahan. Dari yang awalnya hanya seperti sebuah buntalan menjadi kotak.
Untuk bentuk teh yang dilihat saat ini merupakan inovasi dari perusahaan Lipton Tea. Mereka menyebutnya dengan flo-thru tea bag, yang berbentuk piramida. Bentuk piramida dipilih karena memungkinkan air mengalir melewati daun teh yang bertujuan agar menghasilkan teh lebih cepat dan rasanya lebih kuat.
Baca Juga : Kisah Jamal Kashoggi, Jurnalis yang Dibunuh di Konsulat Arab Saudi
Teh celup mulai diadopsi Inggris pada tahun 1950-an. Salah satu yang menyebabkan lambatnya adopsi penemuan teh celup ini karena kurangnya materi untuk membuatnya pada masa Perang Dunia II.
Tidak butuh waktu lama untuk mempopulerkan teh celup di Inggris. Ya, hal ini karena masyarakat Inggris tidak perlu lagi membuang sisa teh dalam teko.
Demi alasan kenyamanan, saat itu di Inggris, mereka menghilangkan benang pada teh celup.
Pada 1992, perusahaan teh Inggris Tetley membuat bentuk teh celup bundar tanpa benang. Penemuan ini tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR