Nationalgeographic.co.id – Jutaan penduduk di Eropa, Amerika Utara dan Australia terancam terkena infeksi bakteri super yang kebal terhadap berbagai jenis obat-obatan. Peringatan tersebut diberitahukan oleh Organisasi Kerjasama Pembangunan Ekonomi Eropa (OECD) pada Rabu (7/11/2018).
OECD memperingatkan bahwa wabah bakteri super tersebut dapat menyebabkan konsekuensi buruk pada kesehatan publik dan anggaran kesehatan. Lebih lanjut mereka menuntut agar pemerintah di sejumlah negara memperbaiki standar kebersihan di rumah sakit dan mengurangi penggunaan antibiotik pada pasien.
Baca Juga : Menggantung Kepala Musuh, Cara Bangsa Celtic Kuno Rayakan Kemenangan
Menurut studi, sekitar 33.000 orang di Eropa meninggal dunia pada tahun 2015 akibat bakteri yang kebal terhadap obat-obatan.
OECD dalam laporannya, memprediksi bahwa korban jiwa akibat bakteri super pada tahun 2050 bisa mencapai hingga 2,4 juta orang. Anggaran yang diperlukan untuk mengurangi wabah tersebut akan berada di kisaran 3,5 triliun euro bagi setiap negara.
OECD mengklaim, Indonesia termasuk negara yang paling rajin mengonsumsi antibiotik untuk keperluan medis atau untuk kesehatan hewan di sektor peternakan.
Akibatnya, muncul jenis bakteri baru yang kebal terhadap obat-obatan yang bertujuan untuk membunuhnya.
Bersama dengan negara di Brasil, Tiongkok, dan Rusia, saat ini sebanyak 60 persen infeksi bakteri yang berada di Indonesia dinyatakan kebal terhadap satu jenis antibiotik.
Fenomena resistansi antibiotik atau AMR tersebut dikhawatirkan akan semakin mengancam jika tidak diatasi secara komprehensif.
"Penanggulangan AMR biayanya lebih mahal ketimbang penyakit flu, HIV, atau tuberkulosis," ucap Michele Cechhini, Direktur Kesehatan Publik OECD.
Dalam laporannya, OECD hanya fokus untuk menganalisis ancaman AMR di negara-negara Uni Eropa, tetapi juga ikut memakai data kesehatan negara anggota G20 seperti Indonesia.
Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa resistensi yang tinggi akan menciptakan kondisi yang bisa berujung pada angka kematian yang tinggi. Akibatnya, bahkan luka kecil akibat tersayat pisau di dapur, operasi kecil atau bahkan penyakit seperti pneumonia dapat mengancam nyawa manusia.
OECD meyakini bahwa laju peningkatan infeksi AMR akan bertambah sekitar empat sampai tujuh kali lipat lebih cepat pada tahun 2030.
AMR sendiri merupakan fenomena alami yang kerap muncul akibat perubahan genetika. Namun, penggunaan berlebih pada antibiotik dapat mempercepat proses tersebut. Karena antibiotik sendiri tidak dapat dikonsumsi oleh manusia secara sembarangan.
Baca Juga : Bumi Tidak Lagi Datar, Google Tampilkan Bumi Bulat dalam Google Maps
Maka dari itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan penduduk agar menolak antibiotik tanpa arahan yang jelas dari dokter. Pasien juga disarankan untuk tidak mengonsumsi antibiotik sisa milik pasien lain.
Peringatan OECD sendiri, bukan yang pertama kalinya terkait dengan ancaman AMR. Pada tahun 2016 lalu, studi yang dibuat oleh Jim O’Neill, ekonom asal Inggris menyimpulkan bahwa, kegagalan dalam menangani AMR akan menyebabkan 10 juta kematian setiap tahunnya dan diyakini akan menghabiskan biaya hingga 100 trilliun dollar AS pada tahun 2050.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR