Nationalgeographic.co.id - Tidak seperti museum pada umumnya, museum yang terletak di Malmo, Swedia menampilkan berbagai makanan yang menjijikkan. Inilah mengapa museum tersebut diberi nama Disgusting Food Museum.
Museum yang telah dibuka pada Kamis (1/11/2018) lalu ini merupakan ide dari Dr. Samuel West, seorang psikolog dan kurator museum. Museum ini menjadi projek keduanya, setelah Museum of Failure.
Baca Juga : Setelah Tiba di Jamaika, Monyet Purba Menjadi Mirip Seperti Kungkang
West mendirikan museum ini setelah membaca sebuah artikel mengenai konsumsi daging dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Artikel tersebut membuatnya banyak belajar mengenai sumber protein alternatif dan mengubahnya menjadi sebuah projek.
"Jika Anda bertanya kepada orang-orang apakah mereka ingin memakan serangga, mereka akan mengatakan bahwa itu menjijikkan. Namun, mungkin saya bisa membuat mereka memikirkannya kembali," ujar West, melansir CNN, Senin (19/11/2018).
Baca Juga : Penghargaan Untuk Para Pengrajin Batik, Pahlawan Budaya Indonesia
Dalam sebuah ruangan seluas 400 meter persegi, pengunjung sudah dapat mencium, menyentuh, dan merasakan berbagai makanan yang dianggap menjijikkan dari seluruh dunia, mulai dari foie gras atau hati angsa, hingga hiu yang difermentasi.
Tidak hanya itu, West juga memamerkan beberapa makanan favorit orang-orang dari seluruh dunia, seperti root beer yang merupakan favorit orang Amerika, tetapi dianggap menjijikan oleh orang Swedia karena terasa seperti pasta gigi.
Berbagai makanan lain bisa ditemukan di dalam museum ini, Jell-O salad, durian, salmiakki, kepala kelinci pedas, dan lainnya. Meski dianggap nikmat di satu tempat, belum tentu tempat lain menerimanya. Seringkali di tempat lain justru menganggapnya sebagai makanan yang menjijikkan.
Museum ini tentu dapat menarik banyak orang karena menampilkan berbagai objek yang tidak biasa. Namun, tampaknya West tidak ingin museumnya menjadi tempat untuk selfie seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang.
Source | : | CNN |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR