Nationalgeographic.co.id - Desa Burai di Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir dahulu merupakan desa yang sepi dan terpencil. Ia kumuh dan tidak tersentuh pembangunan. Untuk berkomunikasi pun warganya merasakan kendala susah sinyal. Semuanya terbalik sekarang. Desa Burai sudah menemukan jiwa barunya.
Desa dengan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani itu mendapatkan nafas baru setelah bertransformasi menjadi kampung warna-warni yang memikat. Ia kini menjadi Burai Ekowisata, atau disingkat dengan cerdas menjadi Bu Eko.
Bu Eko adalah hasil dari program CSR PT Pertamina EP Asset 2 Prabumulih Field dan SKK Migas bersama masyarakat setempat. Pengembangan Bu Eko, atau yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Warna Warni Desa Wisata Burai, dimotori juga oleh Wili Sandi, Ketua Kelompok Burai Mandiri. Pria lulusan STM PGRI Tanjung Raja jurusan Mesin Produksi ini menginisiasi pembentukan kelompok sadar wisata dan mengorganisasi masyarakat untuk mengelola wisatawan.
Baca Juga : Monika Karma, pendekar kemanusiaan dari Kampung Ayam
Melihat potensinya dengan panorama perairan dan perikanan yang membentang luas, Desa Burai dirancang agar bisa menjadi Destinasi Wisata Unggulan di Kabupaten Ogan Ilir. Kepala Desa Burai Feriyanto menjelaskan bahwa sejak desanya dicanangkan menjadi salah satu destinasi wisata air oleh Bupati Ogan Ilir pada Januari lalu, sudah banyak perubahan yang terjadi.
"Dulunya desa kami hanya desa biasa. Sekarang dengan bantuan Pemda Ogan Ilir dan CSR Prabumulih Field, akhirnya kampung warna warni desa Burai sudah banyak menarik perhatian khalayak yang ingin menikmati keindahan desa kami," ujarnya. Dalam kesempatan lain, Feriyanto menambahkan rasa bersyukurnya atas perhatian masyarakat yang tinggi pada wajah baru Desa Burai.
Banyak yang berubah memang setelah Desa Burai menjadi Bu Eko. Salah satunya adalah yang paling nyata terlihat, yaitu tampilan rumah, fasilitas umum, dan jalan desa yang dicat warna-warni. Kemudian, sebagai destinasi ekowisata, dikembangkan pula program wisata air dan mancing, serta budidaya ikan ramah lingkungan melalui pakan organik, yang menjadi tambahan penghasilan dan magnet pariwisata.
Pekerjaan rumah untuk Desa Burai dan Feriyanto saat ini adalah mempromosikan Bu Eko. "Dengan upaya promosi, kami bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan, tercipta lapangan kerja untuk anggota karang taruna dan ibu rumah tangga," ujarnya.
Desa Burai memiliki tipologi bangunan tradisional khas pesisir. Rumah Bari dengan bentuk rumah panggung yang dibangun langsung di atas air. Demikian pun, Desa Burai menyimpan potensi wisata lain, seperti keberadaan rumah tradisional Bari yang berusia lebih dari 200 tahun, tari tradisional Bumme, kerajinan wastra berupa songket, dan tentu saja kuliner khas pesisir, seperti pindang.
Pada kesempatan tersebut, Prabumulih Field Manager Heragung Ujiantoro menyampaikan selayang pandang seputar keberadaan dan potensi Desa Burai yang akan dikembangkan melalui program CSR Prabumulih Field.
"Hingga saat ini program CSR telah membantu dekorasi desa warna-warni, bedah rumah di Desa Burai, perbaikan rumah informasi, dukungan pemberdayaan untuk produk industri rumah tangga, serta wujud kepedulian lainnya untuk kemajuan kampung warna warni Desa Burai Mandiri,” tutur Heragung. Ia menambahkan bahwa sudah menjadi tanggung jawab Asset 2 Prabumulih Field untuk membantu pembangunan di Ogan Ilir yang merupakan bagian dari wilayah kerjanya.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR