Jepang banyak melahirkan produk inovatif. Selama tinggal di Jepang, psikolog pendidikan Dien Nurdini Nurdin atau Adin, mengamati hal tersebut berkaitan dengan sistem pendidikan.
Menurut Adin, salah satu target pendidikan usia dini di Jepang adalah mengembangkan rasa ingin tahu mengenai lingkungan. Setiap siswa di Jepang dilatih untuk peka terhadap lingkungan, tertarik pada berbagai macam benda buatan manusia maupun benda di alam, serta menemukan nilai potensi benda itu.
Dari segi ekspresi, anak-anak dilatih untuk memperkaya kreativitas, di antaranya membebaskan mereka dalam menggambar, menyanyikan lagu dan membuat ritme sederhana, serta mengungkapkan imajinasi dengan gerakan dan kata-kata.
Rasa percaya diri juga ditumbuhkan melalui dukungan yang diberikan oleh guru. Misalnya, guru mendorong anak untuk berani mencoba permainan dan memberi pujian jika anak menunjukkan kemajuan walau sedikit.
Sistem pendidikan di Jepang juga sangat menghargai hasil karya anak-anak. Biasanya dinding kelas selalu penuh dengan hasil tugas siswa. Tidak semuanya bagus karena yang dipajang bukan hanya karya-karya yang dianggap paling menarik.
Yang dipajang adalah karya yang diselesaikan dengan tuntas. Bentuk apresiasi ini mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan sebuah karya dan menghasilkan karya-karya selanjutnya.
Pendidikan untuk anak-anak (TK dan SD) juga fokus pada hal-hal yang konkret. Misalnya, belajar ilmu pengetahuan alam tidak melalui teori dalam buku mengenai bagian-bagian tumbuhan, tetapi menanam tanaman di pot yang diletakkan di halaman sekolah. Setiap minggu mereka diminta mengamati perkembangan tanaman itu, menggambar dan mencatatnya dalam kertas laporan.
Dalam salah satu kunjungannya, Adin juga mendapati suatu ruangan prakarya yang berisi alat-alat lukis, kain jahit, dan berbagai perkakas lainnya. Ketika itu pelajaran melukis. Setiap siswa memiliki kanvas. Lukisan yang dibuat sangat beragam, tangan-tangan dan baju mereka kotor oleh cat.
Anak-anak di Jepang berkreasi sejak dini dan tidak dimarahi. Siswa didukung berkreasi pada sarananya dan tetap diarahkan membereskan perkakasnya dan mencuci tangan setelah kegiatan selesai. Mereka juga tidak dibatasi ketika berkreasi, misalnya mewarnai gunung dengan warna kuning.
Secara umum, faktor pendidikan di Jepang yang memungkinkan tumbuhnya ide dan inovasi adalah dukungan dan apresiasi dari lingkungan. Sebaliknya, kepekaan terhadap lingkungan juga menyebabkan mereka tahu akan kebutuhan sehingga mampu menghasilkan produkyang berdaya guna. Misalnya mereka membuat tali jemuran yang berlubang-lubang sehingga cucian tidak bergeser-geser.
Hal menarik lain yang menurut Adin ikut menentukan berkembangnya inovasi di Jepang adalah rata-rata orang Jepang memilih jalur pekerjaan yang spesifik dan konsisten di sana.
Kesetiaan orang Jepang terhadap pekerjaan membuat dia konsisten mengembangkan bidangnya walau terkesan sepele. Misalnya, pekerja di pabrik pulpen membuat pulpen dengan tinta yang bisa dihapus.
Orang kreatif memang memiliki minat yang luas dan kemampuan berpikir divergen. “Namun sikap kerja yang konsisten dan spesifik itulah yang saya yakin bisa menyulap kreativitas menjadi inovasi yang berharga bagi peradaban dunia,” ungkap Adin.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR