Erupsi Gunung Anak Krakatau: Dampaknya pada Biodiversitas dan Tanah

By National Geographic Indonesia, Minggu, 6 Januari 2019 | 11:00 WIB
Aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau terus meningkat. Statusnya menjadi siaga (Level III). (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Bila letusan Krakatau pada 1883 menghanguskan seluruh keanekaragaman hayati di pulau tersebut, dari manakah datangnya pepohonan itu? Pepohonan di Rakata, Panjang dan Sertung dipercaya berasal dari benih tanaman yang ada di bawah tanah yang tertimbun abu vulkanis. Ketika tebal abu vulkanis berkurang akibat tercuci air hujan, seiring waktu muncul tunas-tunas baru dari beberapa tanaman yang sebelumnya dorman di bawah lapisan abu vulkanis.

Siklus vegetasi Anak Krakatau diyakini bermula dari awal yaitu tanaman satu sel seperti alga biru-hijau, lumut kerak, rerumputan seperti yang kami temukan dalam riset pada percobaan dengan abu vulkanis dari Gunung Talang Sumatra Barat. Sedangkan untuk cemara laut, bibitnya bisa berasal dari pulau lain yang terbawa ombak sampai ke pantai anak Krakatau.

Anggrek Cymbidium finlaysonianum, Spathoglottis plicata dan Arundina graminifolia ditemukan tumbuh di dinding jurang terjal Pulau Panjang pada 1896 atau 13 tahun setelah erupsi 1883. Setahun setelah itu ditemukan juga di Rakata. Sebuah penelitian menyimpulkan sampai 1998 tercatat ada 40 spesies anggrek yang ditemukan di Kepulauan Krakatau.

Baca Juga : Mencari Alien di Bulan Jupiter, NASA Berencana Kirim Robot Nuklir

Fauna yang ditemukan di Rakata, Sertung, dan Panjang pada awal 1980 mencapai 109 spesies yang terdiri dari 47 jenis burung, 17 reptil, 19 jenis kelelawar dan 6 non-volant mammals (mamalia daratan). Adapun fauna yang ditemukan para peneliti itu di Anak Krakatau berupa burung dan kupu-kupu.

Adapun aktivitas pertanian di Pulau Sibesi dimulai 1890 oleh keluarga Djamaluddin dengan menanam pohon kelapa yang bibitnya dibawa dari Lampung. Setelah itu Sibesi menjadi salah satu sentra produksi kelapa dan kopra di Provinsi Lampung.

Pada awal 2008 kakao ditanam juga di sini dan produktivitasnya tergolong tinggi. Ketika kami survei ke Sibesi pada April 2015, pohon pisang banyak ditanam penduduk. Hampir setengah dari kapal yang akan berangkat ke Kalianda Lampung berisi buah pisang.

Sedangkan fauna di Kepulauan Krakatau diawali dengan datangnya burung dan kelelawar. Mereka akan datang setelah tumbuhnya vegetasi. Fauna yang lain datang dengan cara berenang dari pulau terdekat, terbawa arus laut atau dari kapal-kapal yang singgah ke sana.

Efek abu vulkanis ke laut

Abu vulkanis Anak Krakatau yang jatuh di laut mempunyai dampak terhadap ekosistem laut. Sayangnya belum ditemukan laporan penelitian yang membahas tentang ini. Flaathen dan Gislason, peneliti Islandia, melaporkan terjadi penambahan unsur hara untuk pertumbuhan plankton yaitu besi (Fe) dan flour (F) pada air laut di sekitar Gunung Hekla Islandia ketika erupsi pada 1991 dan 2000. Peneliti Jerman Svend Duggen dan koleganya melaporkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas biota laut setelah partikel abu vulkanis jatuh ke laut.

Unsur hara esensial seperti P (fosfor), Fe (besi), Zn (seng), Ni (nikel) dan tembaga (Cu) meningkat setelah abu vulkanis berada di laut 1-2 jam. Unsur-unsur tersebut dibutuhkan oleh fitoplankton. Fitoplankton merupakan makanan utama ikan yang ada di laut. Dalam konteks Anak Krakatau, dibutuhkan riset tentang dampak abu vulkanis terhadap biota laut.

Dian Fiantis, Professor of Soil Science, Universitas Andalas

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.