Kesetiaan Wangsa Bonokeling, Teladan dari Sang Leluhur yang Misterius.

By Rahmad Azhar Hutomo, Minggu, 17 Februari 2019 | 08:00 WIB
Keturunan wangsa Bonokeling turun dari perahu sampan setelah menziarahi makam leluhur di Adiraja, Jawa Tengah dalam acara adat Mauludan. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Setiap warga diwajibkan memakai pakaian tradisional. Kaum pria memakai iket atau blangkon yang dikenakan di kepala, beskap berwarna hitam, dan jarik yang membalut tubuh bagian bawah. Sementara, kaum wanita berbusana kebaya batik dan selendang putih, yang selalu melekat di bahu mereka.

Dari Desa Pekuncen, Jatilawang, di Kabupaten Banyumas, mereka berjalan beriringan membawa hasil bumi—beras, bawang, kelapa, cabai, dan sayuran lainnya—untuk kerabat mereka di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Jaraknya sekitar 20 kilometer.

Baca Juga : Suku Anak Dalam Batin Sembilan: Lebih Terbuka dan Memiliki Harapan

Berjalan kaki menjadi suatu kewajiban bagi penganut ajaran Bonokeling kala mengikuti Mauludan. Jarak puluhan kilometer bukan penghalang bagi mereka. (Rahmad Azhar Hutomo)

Sebelum rombongan berangkat, Sumitro mengingatkan kepada kaum wanita yang sedang datang bulan untuk beristirahat di rumah. “Ibu-ibu yang masih usia subur, semisal dayohe teko jangan dilanjutkan,” seru Sumitro. “Harus tetep istirahat di pondok.”

Setelah semua hadir, mereka meminta restu dan doa keselamatan ke setiap bedogol atau kasepuhan. Mereka berjalan kaki melintasi bantaran sawah yang hijau dengan pemandangan Sungai Serayu yang mengular. Nun jauh, tampak perbukitan berselimut kabut menjadi latarnya. Mereka berjalan kaki tanpa memakai alas kaki.

Di Adiraja, anak putu Bonokeling menyembelih seekor kerbau sembari menunggu kerabat datang dari Pekuncen. Daging kerbau, kambing, dan ayam yang telah dimasak akan disantap bersama pada acara Tumpengan. (Rahmad Azhar Hutomo)

Saya terengah-engah mengikuti gerak kaki para ibu yang mengikuti ritus adat ini. Saya terkagum akan kelincahannya. Usia mereka sudah tak muda lagi, namun mereka begitu antusias. Sesekali mereka melontarkan senyuman saat berpapasan dengan para pengguna jalan.

Mereka akan beristirahat sekali di Pasar Kesugihan, Kroya. Kemudian, saat tiba di Pasar Maos, Kabupaten Cilacap, mereka disambut oleh anak putu Bonokeling yang tinggal di Desa Adiraja. Para penyambut lalu bergantian memikul hasil bumi yang dibawa dari Pekuncen.

Saat menanti kerabat yang datang dari Pekuncen, kerabat di Adiraja mempersiapkan hidangan bersantap bersama. Mereka menyembelih dua ekor kerbau dan 50 ekor kambing. Seketika saya merasakan suasana Idul Adha karena setiap akan memotong hewan selalu dilantunkan ucapan takbir.

Mauludan merupakan salah satu perayaan acara adat yang cukup meriah, tentunya diselenggarakan pada bulan Maulud. Diadakan guna memperingati hari lahirnya nabi Muhammad SAW. (Rahmad Azhar Hutomo)