Letjen Doni dan Tumbler, Wujud Penolakan Penggunaan Plastik Sekali Pakai

By Gregorius Bhisma Adinaya, Jumat, 8 Maret 2019 | 16:06 WIB
Tumbler di antara botol air kemasan plastik sekali pakai milik Kepala BNPB, Doni Monardo. ()

Nationalgeographic.co.id - Berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan sampah plastik terus dilakukan. Perseorangan maupun institusi, semuanya mulai bergerak untuk turut serta. Mereka mengklain akan melakukan perubahan terkait perilaku penggunaan plastik sekali pakai.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala BNPB, Doni Monardo pada acara silaturahim dengan tokoh masyarakat dan muspida Provinsi Riau, terkait pembicaraan menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan pada Senin (4/3/2019) lalu.

Doni, panggilan akrab Kepala BNPB tersebut, tidak hanya sekadar berkata-kata. Ia pun telah memulai upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dengan cara menggunakan tumbler dalam kesehariannya. Setiap langkahnya, tumbler kesayangan pun terus dibawa oleh mantan Danjen Kopassus ini.

Baca Juga : Zero Waste Adventure, Membangun Budaya Kegiatan Bertualang Tanpa Sampah

Doni melihat fakta di lapangan bahwa sampah plastik Indonesia adalah satu penyumbang sampah terbesar nomer dua di dunia. Hal ini kemudian mengusik dirinya. Perwira TNI berpangkat Letjen ini berpendapat bila kita menggunakan tumbler setiap hari, maka otomatis limbah plastik berkurang. Jumlah sampah plastik yang hanyut dan terbawa ke lautan pun akan berkurang.

“Pernah baca berita perut paus yang penuh sampah plastik dan penyu terjerat plastik kan? Berita ini memang membuat kita miris,” singgung Doni. Tak cukup jargon, perihal membawa tumbler memang terlihat sederhana.

Dengan menggunakan tumbler, seseorang berarti menolak penggunaan plastik sekali pakai. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali sebagaimana ia menggunakan tumbler-nya dalam kesempatan yang berbeda. Ketekunan memakai tumbler ini, diharapkan dapat membangun budaya enggan menggunakan plastik, setidaknya pada level individu.

Masih menurut Doni, budaya penggunaan tumbler inilah yang harus dibangun sejak dini. Semangat kepedulian lingkungan sepatutnya sudah menjadi kebiasaan. “Jangan sampai ketika baru ada bencana, karena ketidakseimbangan lingkungan, khususnya sampah plastik, kita baru sadar dan menyesal,” ucapnya.

Doni melihat bahwa saat ini banyak orang yang setuju dengan jargon-jargon untuk menjaga lingkungan. Namun baginya, itu belum cukup.

"Tapi apakah (setuju dengan jargon) itu selaras dengan tidak lakunya? Belum tentu. Membangun kebudayaan peduli lingkungan harus pada level praktik. Praktik yang paling sederhana ya kita cukup bawa tumbler ke mana saja, setidaknya kita tidak perlu membeli air dalam kemasan plastik lagi,” tuturnya.

Perlunya Keteladanan

Albert Bandura, seorang psikolog besar mengatakan bahwa manusia mempunyai sifat dasar yang cenderung suka meniru. Ketika lingkungannya berisikan contoh-contoh yang baik, maka manusia akan meniru kebaikan itu. Begitu juga dengan sebaliknya.