Serdadu VOC Asal Tanah Madura

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 25 Maret 2019 | 11:36 WIB
Stadhuis atau Balai Kota Batavia dibangun pada 1710, kini digunakan sebagai Museum Sejarah Jakarta. Halaman belakangnya telah menjadi ladang penyembelihan dalam tragedi pembantaian warga Cina di Batavia 9 Oktober 1740. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Di Batavia, orang-orang Madura dan Sumenep berada dalam resimen di bawah komando para pengeran mereka. Garis pertahanan Kota Batavia terbentang dari muara Sungai Ancol sampai Sungai Angke. Di sebelah tembok kota terdapat beberapa bastion yang dikelilingi parit basah nan dalam dan lebar. Juga, terdapat benteng batu dengan empat bastion, Kastel Batavia, yang terletak di muara Kalibesar. Pertahanan lain yang turut menjaga pusat kota dari barat ke timur adalah Fort Angke di tepian Kali Angke, Fort Vijhoek di tepian Kali Grogol, Fort Rijswijk di tepian Kali Krukut, Fort Noordwijk di tepian Ciliwung. Selanjutnya, Fort Jacatra dan di ujung timur adalah Fort Ancol.

Serdadu Eropa dan Hindia dipercaya untuk menjaga Batavia dan pos terluarnya,” ungkap Stockdale. Jumlah totalnya mencapai 4.540 orang. Sejumlah 3.300 atau lebih separuhnya adalah orang-orang asal Madura dan Sumenep.

Stockdale menulis perinciannya. Serdadu nasional dalam tiga batalion terdiri atas 2.400 orang. Namun, dari jumlah itu, 200 orang—termasuk perwira, bawahan, dan pelontar granat—merupakan orang-orang Eropa. Sementara, 2.200 sisanya adalah orang Madura dan Sumenep.

Baca Juga: Temuan Peti Harta Karun Kapal Rempah VOC yang Berlayar ke Batavia 1740

Pagi menjelang di Kastel Batavia, dilihat dari timur laut ke arah barat daya. Pemandangan kastel sekitar 1627, tampak Bastion Saphier dan Bastion Parel belum rampung dibangun. Dinding-dindingnya dibangun dari batu koral asal pulau-pulau Teluk Batavia. Impresi seniman berdasar catatan dan peta 1627. (Rob Tuytel/Westfries Museum)

Dia melanjutkan pemeriannya, sejumlah 400 orang dari Madura dan Sumenep juga berperan sebagai infantri pemburu dalam batalion ke-1. Sebanyak 600 orang lainnya juga berada dalam artileri berat, dan 100 orang bertugas dalam kompi ke-1 artileri ringan.

Sementara, total serdadu asal Eropa lainnya, yang bertugas dalam kesatuan kavaleri dan serdadu tambahan, jumlahnya hanya 1.040 orang.

Demikianlah takdir orang-orang Madura pada akhir abad ke-18. Seabad sebelumnya, mereka pernah terlibat dalam pemberontakan terhadap sebuah wangsa di Jawa Tengah bagian selatan, dan juga bertempur sengit dengan VOC. Namun, selepas pemberontakan mereka yang gagal, VOC mulai terlibat dalam suksesi di Madura.

Akhirnya, mereka menjadi garnisun sebuah kota dagang terbesar di Asia Tenggara, yang berkembang di bawah kongsi dagang asal Belanda itu. “Semua serdadu itu ditempatkan dalam keadaan lingkungan kota pesisir yang tidak sehat.”