Nama dua pendiri Yayasan pelita Harapan, Johannes Oentoro dan James Riyadi, disebut Wally berperan penting bagi dirinya ketika membuat keputusan untuk mendirikan sekolah berkualitas di Papua.
Semula ia berharap, Pelita Harapan bisa membuka sekolah di Papua, namun karena faktor jarak hal tersebut urung diwujudkan.
"Dulu saya sangka mereka akan buka sekolah di sini. Akhirnya saya tunggu-tunggu saya mulai frustasi dan mereka bilang Papua itu terlalu jauh, kenapa pak Wally tidak buka sendiri. Kami akan dukung. Jadi baru saya mulai pikirkan itu," tuturnya.
Dari situlah Wally bertekad untuk mendirikan satu sekolah dan kini berkembang menjadi tujuh sekolah yang tersebar di Papua. Satu sekolah di Kabupaten Jayapura, dua sekolah di Tolikara, dua sekolah di Yahukimo, satu sekolah di Intan Jaya, dan satu sekolah di Boven Digoel.
Untuk merekrut anak-anak di pedalaman, ia bekerja sama dengan misionaris, karena menurutnya cara tersebut cukup efektif untuk mendapatkan anak-anak berpotensi.
Baca Juga: Kisah Amalia Usmaianti, Salah Satu Dokter Pengabdi di Pedalaman Papua
Siap Mengabdi Hingga Akhir Hayat
Saat masih menyandang status sebagai Warga Negara Asing (WNA), Wally mengakui selalu terhambat dengan visa.
Ia yang datang bekerja di Papua, hanya memiliki visa untuk bekerja di bidang penerbangan dan tidak bisa terjun di dunia pendidikan. Karenanya dengan status WNI, kini ia memiliki kebebasan untuk bergerak di sektor mana pun.
Baca Juga: Imunisasi Bayi di Tengah Hutan, Perjuangan Tenaga Kesehatan di Papua