Bakal Dapat Pinjaman Rp 1,4 Triliun, Seberapa Parahkah Pencemaran dan Sampah di Sungai Citarum?

By , Rabu, 12 Juni 2019 | 15:54 WIB
Citarum, sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, melayani populasi 25 juta manusia, (Lutfi Fauziah)

Untuk melapisi tembok, catat Hasan, para arsitek Batujaya mencampur kapur dan kulit kerang. Ini terkait keberadaan candi yang berada di tepi pantai. (Kini suasana pesisir telah bergeser jauh ke utara, sekitar 2,5 jam perjalanan dari Batujaya). Stuko juga digunakan untuk membuat hiasan, patung dan relief. “Biasanya perlu pembakaran kapur hingga suhu 900-1.000 derajat Celsius,” tulis Hasan.

Hasan menyatakan sumber bahan baku gamping tersedia melimpah di perbukitan karst di selatan Karawang. “Bagian ujung timur perbukitan ini berada di tepi Sungai Citarum, dan ujung baratnya di tepi Sungai Cibeet,” Hasan memaparkan.

Jarak antara bukit kapur dengan situs Batujaya sekitar 50 kilometer. Kondisi ekologis Sungai Citarum dan Cibeet saat itu,menurut uraian Hasan, diduga cukup baik untuk digunakan sebagai sarana pengangkutan. “Secara teknis pengangkutan batu kapur dari selatan Karawang ke Batujaya dengan perahu tidaklah sulit karena mengikuti aliran sungai.”!break!

Hasan Djafar, yang merekontruksi sejarah kebudayaan daerah pantai utara Jawa Barat, menyatakan kompleks percandian Batujaya telah mengalami perubahan dan penambahan. Perbaikan ini lantaran bangunan candi mengalami kerusakanakibat faktor alam.

Faktor lingkungan itu khususnya luapan Sungai Citarum. Secara teknis tampak adanya upaya penanggulangan itu. “Dampak ekologi ini ditanggulangi dengan teknologi yang adaptif, seperti meninggikan halaman candi, dan menutup permukaan halaman candi dengan beton stuko atau hamparan lantai bata,” catat Hasan.Bukti sejenis upaya mitigasi bencana itu terpampang di Candi Blandongan. Lantai selasar di Candi Blandongan misalnya, dilapisi dengan beton stuko.

Candi-candi Batujaya berdasarkan pertanggalan karbon berasal dari abad ke-4. Namun, peradaban di pantai utara Jawa bagian barat diyakini telah sejak lama berkembang. Hasan menguraikan, pada daratan di antara aliran Cisadane dengan daerah aliran Citarum sedikitnya ada 150 situs arkeologi prasejarah, dari Masa Bercocok Tanam hingga Masa Perundagian.

Wilayah pantai utara sebagian besar merupakan daerah alluvial yang subur dengan aliran-aliran sungai. Daerah ini telah dihuni sejak Masa Bercocok Tanam (ca. 3000 SM – ca. 1000 SM). Budidaya tanaman pangan, seperti padi-padian dan umbi-umbian, tulis Hasan, mungkin telah berkembang di wilayah ini sejak masa-masa itu.

Sungai Citarum tak pelak lagi telah menghembuskan kehidupan di sepanjang alirannya. Bila dihitung dari masa pembangunan candi di Batujaya, Sungai Citarum telah mengiringi kehidupan manusia selama 17 abad. Bahkan, sungai ini  menjadi saksi kepurbaan tanah Sunda, yang menciptakan bentang alam tatar Sunda.

Para ahli geologi berpendapat, sekitar 105.000 tahun yang lalu, letusan dahsyat Gunung Sunda purba telah membendung Sungai Citarum purba. Tertutup oleh material vulkanik, aliran Citarum membentuk Danau Bandung purba. Material letusan kemudian mengisi lembah–lembah yang membuat danau itu terbelah: Danau Bandung Purba Barat dan Timur.

Adanya patahan dan kawasan yang ambles semenjak 16.000 tahun lalu telah menyusutkan air dua danau purba tadi. Penyusutan diperkirakan terjadi di kawasan yang kini dikenal sebagai Curug Jompong.

Kata Citarum berasal dari bahasa Sunda:Ci dan Tarum. Ci atau cai, artinya air; sedangkan tarum adalah spesies tanaman penghasil warna ungu untuk bahan pewarna alami kain tradisional.

Setelah era Tarumanegara, dalam tradisi lokal,sungai ini memasuki masa kerajaan Galuh dan kerajaan Sunda. Kedua kerajaan itu menggunakan Sungai Citarum sebagai batas wilayah kekuasaannya. Kerajaan Sunda di sebelah barat Citarum dan kerajaan Galuh di sebelah timur sungai.