Dampak Perubahan Iklim Pada Ikan di Laut Bisa Dilihat Melalui Tengkoraknya

By National Geographic Indonesia, Senin, 17 Juni 2019 | 10:53 WIB
Ikanikan di laut dan polusi yang dihadapinya. (Tunatura/Getty Images/iStockphoto)

Meskipun kami telah berhasil menemukan beberapa mekanisme penyebab, kami masih mempelajari bagaimana cara menafsirkan “kode” di dalamnya.

Paparan hipoksia dan efeknya

Sebagian besar elemen yang membentuk otolith terlarut dalam air laut, yang mengalir melalui insang ikan. Dari situlah bahan kimia masuk ke aliran darah.

Salah satu elemen jejak yang biasa diukur adalah mangan, elemen yang larut ketika kadar oksigen menjadi sangat rendah. Ketika saya meneliti ikan kod Lauth Baltik pada 2009, saya penasaran melihat pola berulang mangan dalam cincin dalam otolith yang terbentuk ketika musim panas.

Saat saya sadar bahwa Laut Baltik adalah salah satu dari “zona mati” terbesar di dunia, saya mengambil kesimpulan dan mengajukan gagasan bahwa mangan dapat menjadi pelacak hipoksia, karena elemen ini merekam ketika ikan secara individual terpapar perairan rendah oksigen.

Sekelompok dari kami mampu melacak bukti untuk hipotesis ini kembali ke Zaman Batu. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pelacak ini dapat digunakan di berbagai ekosistem perairan.

Baru-baru ini, ahli ekologi kelautan Universitas Swedia Michele Casini bersama saya menggunakan mangan untuk melacak paparan hipoksia ikan kod Baltik dan menggabungkannya dengan perkiraan sejarah pertumbuhan.

Temuan kami menunjukkan dibandingkan dengan ikan kod sehat yang hanya terpapar hipoksia sedikit atau tidak terpapar sama sekali, ikan yang paling banyak terpapar hipoksia berukuran 39% lebih kecil pada usia 3 tahun dan beratnya 64% lebih ringan. Jika bobot ini diwujudkan dalam bentuk fillet ikan, terlihat betapa serius konsekuensi dari hipoksia.

Terdapat unsur jejak yang berbeda, magnesium, yang tidak peka terhadap hipoksia, namun laju magnesium masuk ke dalam otolith bervariasi dengan tingkat pertumbuhan ikan. Pada ikan yang diuji sejauh ini, tampaknya magnesium juga berkaitan dengan tingkat metabolisme.

Menggunakan wawasan ini, Casini dan saya menemukan hubungan positif yang sangat kuat antara magnesium di dalam otolith dan kondisi tubuh ikan kod Baltik. Ini luar biasa, karena kami memiliki pengukuran kondisi tubuh ikan hanya pada satu titik waktu.

Mengetahui bahwa sepanjang hidupnya ikan mengambil magnesium ke dalam otolith menunjukkan bahwa jika pada saat penangkapan ikan dalam kondisi buruk, ikan tersebut mungkin telah menjalani kehidupan yang buruk di sebagian besar hidup mereka. Hipoksia, penyakit, dan kelaparan tampaknya menjadi penyebab berkurangnya kadar magnesium dalam otolith ikan kod Baltik.

Bisakah otolith melacak suhu perairan?

Dalam temuan terbaru yang menarik, sekelompok ilmuwan di Denmark, Inggris dan Norwegia menganalisis rasio dalam otolith antara dua isotop karbon (karbon 13 dan karbon 12). Rasio ini selain sebagian dipengaruhi oleh karbon terlarut dalam air di sekitarnya, juga secara utama dipengaruhi oleh oleh karbon metabolik dari pernapasan ikan.

Menggabungkan eksperimen laboratorium, pemodelan, dan pengamatan pada ikan liar, tim ini menentukan bahwa mereka dapat mengurai rasio C-13/C-12 yang disebabkan oleh metabolisme, dan menghubungkannya langsung ke jumlah konsumsi oksigen oleh ikan. Meskipun penelitian lebih lanjut masih diperlukan, ada kemungkinan bahwa rasio karbon dan magnesium ini pada akhirnya dapat berfungsi sebagai “respirometer seumur hidup” yang dapat dikaitkan dengan adanya tekanan pada ikan dari air yang lebih hangat, hipoksia, dan kemungkinan adanya pengasaman laut. Hal ini akan memungkinkan para ilmuwan untuk menguji proyeksi model, misalnya, pertumbuhan yang berkurang di laut yang menghangat.