Dampak Perubahan Iklim Pada Ikan di Laut Bisa Dilihat Melalui Tengkoraknya

By National Geographic Indonesia, Senin, 17 Juni 2019 | 10:53 WIB
Ikanikan di laut dan polusi yang dihadapinya. (Tunatura/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Semua kehidupan yang ada di Bumi terpengaruh oleh perubahan iklim. Tapi, makhluk hidup yang tinggal di perairan menghadapi tantangan yang unik. Ketika air menghangat, oksigen yang terlarut lebih sedikit daripada air yang lebih dingin. Akibatnya, lautan, muara, sungai dan danau mengalami proses yang dikenal sebagai “deoksigenasi.”

Ketika kadar oksigen terlarut menurun hingga sekitar 2 miligram per liter-dibandingkan dengan kisaran normalnya yaitu sekitar 5 hingga 10 mg/L-banyak organisme air menjadi sangat stres. Ilmuwan menyebut kadar oksigen rendah ini dengan “hipoksia.”

Baca Juga: Jaga Kesejahteraan Hewan, Sirkus Ini Hanya Gunakan Hologram dalam Atraksi

Industri perikanan global menghasilkan US$362 miliar per tahun. Para ilmuwan sudah memperkirakan hilangnya biomassa ikan karena suhu air yang menghangat. Tapi bisakah kita mengukur efeknya pada ikan secara langsung?

Untuk beberapa dampak perubahan iklim, bisa. Rahasia kehidupan ikan-ikan semakin terbuka melalui penelitian terhadap formasi terkalsifikasi di dalam tengkorak ikan yang disebut sebagai otoliths-yang secara harfiah berarti “batu telinga. ”

Batu-batu dalam kepala ikan

Banyak orang mungkin kaget ketika tahu ikan punya telinga, apalagi ketika mengetahui pada beberapa kasus, ikan punya indera pendengaran yang tajam. Ikan modern memiliki tiga pasang otolith. Otolith ini terbentuk di dalam kantung kecil di bawah kanal berbentuk setengah lingkaran telinga bagian dalam. Otolith ini berfungsi sebagai bagian dari sistem pendengaran dan keseimbangan ikan. (Spesies dengan kerangka yang terbuat dari tulang rawan, seperti hiu dan pari, cuma punya sedikit otolith.)

Otolith terbuat dari kalsium karbonat, sebagian besar dalam bentuk yang disebut aragonit. Ini mirip dengan materi yang membentuk karang keras dan cangkang kerang. Ukuran otolith bisa lebih kecil dari butiran pasir hingga sebesar kacang fava. Batuan ini tumbuh seiring pertumbuhan ikan sepanjang hidupnya. Dan ini menarik sekali bagi ahli biologi ikan.

Di lingkungan yang suhu airnya berubah secara musiman, pada otolith ikan terbentuk rangkaian zona buram dan transparan setiap tahunnya, layaknya lingkaran tahun pada pohon berkayu. Dan yang menakjubkan, ikan muda menyimpan otolith yang sedikit meningkat setiap harinya.

Penemuan ini membawa pemahaman baru tentang sejarah awal kehidupan ikan, karena peningkatan ini–baik secara harian dan tahunan–berhubungan dengan pertumbuhan ikan. Otolith ikan secara umum dianggap sebagai “arsip seumur hidup” untuk usia dan sejarah pertumbuhan ikan.

Unsur kimia dari otolith

Saya telah menghabiskan sebagian besar karir saya mempelajari otolith. Saya meneliti usia dan pertumbuhannya, juga komposisi kimianya.

Struktur kisi kristal aragonit otolith memungkinkan berbagai elemen jejak untuk menggantikan kalsium ketika lapisan otolit diendapkan. Selain itu, sebagian besar unsur dalam otolith ada dalam bentuk isotop berbeda–atom dari unsur yang sama yang memiliki sedikit perbedaan massa karena mengandung berbagai jumlah neutron.

Otolith dapat dianalogikan bagai “kotak hitam” pada kokpit pesawat terbang. Dengan memperlajarinya, kita bisa memanfaatkan sifat otolith yang menerangkan tentang waktu dan perubahan kimiawi ketika ikan tumbuh dan mengalami lingkungan yang berbeda.