Perjalanan Migrasi Manusia dan Sekaratnya Bahasa Daerah di Nusantara

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 21 Juni 2019 | 10:30 WIB
Erik Rumfabe, asal Manokwari, Papua Barat, bersiap mementaskan tarian tradisi sukunya di Festival Budaya Melanesia yang digelar di Kupang pada 2015. (Mahandis Yoanata/National Geographic Indonesia)

Kemudian Multamia memaparkan sebaran bahasa Austronesia yang berkembang di kawasan Melanesia.  Fiji (dari 10 bahasa, 8 adalah Austronesia); Vanuatu  (110 bahasa, 198 adalah Austronesia); Kepulauan Solomon (71 bahasa, 68 adalah Austronesia); Kaledonia Baru (36 bahasa, 36 Austronesia); Papua (839 bahasa, 240 adalah Austronesia), Timor-Leste (20 bahasa, 15 adalah Austronesia); dan Indonesia (706 bahasa, 453 adalah Austronesia).

Multamia menunjukkan bahwa dua bahasa tersebut hidup berdampingan dalam damai, seperti di kawasan Maluku yang separuh rumpun Austronesia, separuhnya lagi adalah rumpun Melanesia. Pulau Yapen di Papua memiliki rumpun bahasa Non-Austronesia atau Papua, namun dikitari oleh bahasa Austronesia.

Interaksi yang kian terjalin antar bangsa di kawasan Indonesia dan Oseania, menyebabkan terjadinya perbenturan bahasa. Salah satu akibatnya, demikian ungkap Multamia, bahasa-bahasa kecil yang terancam punah.

“Gejala ini antara lain terjadi di Fiji, Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kaledonia Baru, Papua Nugini, Timor Leste, dan sekian banyak bahasa di Indonesia,” ungkap Multamia. Bahasa di Indonesia yang terancam punah berada di kawasan timur. “Beberapa bahasa di Maluku dan Papua boleh dikatakan telah punah.”

Baca juga: Mengapa Bahasa Latin Dianggap Sebagai Bahasa yang Mati?

Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta mengikuti kirab budaya yang digelar di kampus mereka. (Kompas.com/Ferganata Indra Riatmoko)

Semua bahasa di kawasan ini berawal dari protobahasa yang sama, dan menghadapi ancaman yang sama pula. Fiji (1 bahasa bermasalah); Vanuatu (44 bermasalah, 11 sekarat); Kepulauan Solomon (8 bermasalah, 8 sekarat); Kaledonia Baru (24 bermasalah, 8 sekarat); Papua Nugini (109 bermasalah, 37 sekarat). Timor-Leste (5 bermasalah, 1 sekarat). Indonesia (dari 706, sebanyak 266 bermasalah, 75 sekarat). “Indonesia paling parah,” ujar Multamia.

“Kita berasal dari protobahasa yang sama Austronesia dan Papua,” kata Multamia. Secara geografi, dia melanjutkan, pada umumnya distribusi dari barat ke timur, dan timur sebagai kelanjutan migrasi dengan segala modifikasinya. Di Indonesia cukup banyak wilayah yang memiliki percampuran dua rumpun bahasa itu, demikian simpulannya.

“Sekarang kita betul-betul bisa mengetahui bahwa kita hidup bersaudara,berasal dari rumpun yang sama,” ujar Multamia di akhir pemaparannya. “Marilah kita bekerja sama untuk kemaslahatan bersama—melestarikan bahasa dan kebudayaan kita.”

Multamia memberikan pemaparannya dalam forum Festival Budaya Melanesia (Melanesia Cultural Festival) yang digelar di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 26-30 Oktober 2015.