Saking Terobsesi dengan Film, Kim Jong-il Culik Aktris Korea Selatan

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 5 Juli 2019 | 11:49 WIB
Kim Jong-il bersama aktris Choi Eun-hee dan sutradara Shin Jeong-gyun. (Magnolia Pictures/Everett)

Nationalgeographic.co.id - Kim Jong-il, pemimpin Korea Utara dari 1994 hingga 2011, merupakan penggila film. Saking terobsesinya, ia menculik aktris terkenal dan sutradara asal Korea Selatan, lalu memaksa mereka membuat 17 film.

Sang aktris, Choi Eun-hee dan suaminya yang berprofesi sebagai sutradara, Shin Jeong-gyun, adalah pasangan selebritis ternama di dunia perfilman Korea Selatan. Mereka mencapai puncak kariernya pada 1960an.

Namun, di akhir 1970an, Shin mengalami masalah keuangan dan terlibat konflik dengan pemerintah Korea Selatan. Ini membuat mereka menghentikan proses pembuatan film Shin. Perselingkuhannya dengan aktris yang lebih muda pun membuat pernikahan Shin dengan Choi rusak.

Baca juga: Mengapa Orang Zaman Dahulu Tidak Mau Tersenyum Ketika Difoto?

Di masa sulitnya, Choi menerima undangan untuk melakukan perjalanan ke Hong Kong serta mendiskusikan peluang bisnis. Tentu saja, itu tidak akan Choi lewatkan.

Yang tidak diketahui Choi adalah: undangan tersebut ternyata diatur oleh para agen Korea Utara. Ketika sampai di Hong Kong, seorang agen membawa Choi ke sebuah perahu motor dan sekelompok pria langsung menangkapnya.

Setibanya di Korea Utara, Choi disambut dengan aneh–seolah-olah dia mengunjungi negara tersebut atas kehendaknya sendiri.

Dalam sebuah wawancara untuk film dokumenter The Lovers and the Despot, Choi yang kala itu berusia 90 tahun, mengatakan bahwa ada beberapa fotografer yang memotretnya bersama dengan sang ‘penculik’, Kim Jong-il.

Dengan wajah ceria, Kim mengulurkan tangannya sambil berkata: “Terima kasih sudah datang”.

Ia memperkenalkan dirinya sebagai cinephile–orang yang amat mengagumi film. Selain itu, Kim juga membanggakan dirinya yang pernah menerbitkan buku On the Art of the Cinema, serta memiliki koleksi 30 ribu film sepanjang hidupnya.

Sebuah lukisan menampilka Kim Jong-il sebagai pemimpin produksi film. (Alain Nogues/Corbis/Getty Images)

Pada masa itu, Kim menjabat sebagai Kepala Departemen Propaganda dan Agitasi Korea Utara (ayahnya, Kim Il-sung, masih menjadi presiden).

Di departemen propaganda itu, Kim memimpin produksi film negara yang manipulatif. Ia sangat berharap film-film Korea Utara mendapat pengakuan internasional. Menurut Kim, Shin adalah orang yang cocok untuk memperbaiki kualitas film di negaranya.

Beberapa bulan setelah ia menculik Choi, Kim memerintahkan agennya untuk membawa Shin ke Korea Utara.

Hingga saat ini, warga Korea Selatan masih memperdebatkan apakah sutradara itu benar-benar diculik atau pergi ke Korea Utara dengan sukarela. Meski begitu, Shin diketahui mencoba melarikan diri setelah sampai di sana. Atas aksinya itu, pemerintah Korea Utara sempat menghukumnya dengan mengirim Shin ke penjara.

Selama lima tahun, Kim menawan Shin dan Choi tanpa sepengetahuan mereka. Shin menghabiskan tahun-tahun tersebut dengan bekerja di penjara. Sementara Choi terkurung dalam pengasingan–tanpa tahu bahwa mantan suaminya berada di negara yang sama.

Akhirnya, pada 1983, Kim mengundang mantan pasangan ini di pesta ulang tahunnya. Itu merupakan ‘reuni’ yang mengejutkan dan emosional. Sesaat setelah itu, Kim memaksa mereka membuat film dengan kecepatan yang berbahaya.

“Dalam dua tahun tiga bulan, kami membuat 17 film,” kata Choi dalam The Lovers and the Despot.

“Kami hanya tidur dua hingga tiga jam setiap malam. Kami bekerja keras di siang dan malam hari,” tambahnya.

Choi Eun-hee dan Shin Jeong-gyun. (Karl Schumacher/The LIFE Images Collection/Getty Images)

Kim tidak memaksa Choi dan Shin membuat film yang secara eksplisit mempromosikan Korea Utara beserta presidennya. Sebaliknya, ia justru menyuruh Choi dan Shin membuat film yang cukup baik untuk ditampilkan di festival film di seluruh dunia.

Kim pun berhasil mendapat apa yang diinginkan. Beberapa film mereka berhasil masuk festival di negara Blok Timur.

“Saya menonton sebagian besar film tersebut. Bisa dikatakan bahwa karyanya sangat menghibur,” kata Suk-young Kim, profesor teater, film, dan televisi, di University of California.

“Film tersebut sangat mudah ditonton–berlawanan dengan sinema propaganda buatan Korea Utara. Ada banyak implikasi romansa, bahkan seks, yang tidak akan bisa ditemukan pada film Korea Utara. Selain itu, karakter utamanya juga lebih manusiawi; kita jadi bisa merasakan dilema tokoh dengan lebih baik,” imbuhnya.

Choi dan Shin menghadiri beberapa festival film di Eropa di bawah pengawasan petugas Korea Utara. Namun, mereka berhasil kabur pada 1986.

Baca Juga: Kengerian Pelancong Perempuan Pertama di Batak pada Abad ke-19

Setelah menghadiri Berlin International Film Festival, Choi dan Shin memesan taksi ke Kedutaan Besar Amerika dan akhirnya mendapat izin tinggal sementara di AS. Pada 1999, Choi dan Shin kembali ke negara asalnya Korea Selatan.

“Kim Jong-il benar-benar kecewa,” ujar Suk-young.

“Dia marah dengan pengkhianatan mereka. Kim pun melakukan segala cara untuk menghapus jejak keduanya.”

Ia menghentikan pembuatan film dan melarang penayangan karya Choi dan Shin. Akibatnya, film-film mereka tidak memberikan dampak apa pun. Perkembangan film di negara tersebut kembali ke tema propaganda.

Barulah pada 2000an, film-film buatan Korea Utara, mulai mengeksplor tema yang dahulu digunakan Choi dan Shin–seperti romansa dan komedi.