Nationalgeographic.co.id – Ketika atap reaktor nomor 4 Chernobyl meledak pada 26 April 1986, gumpalan radioaktif terlepas ke atmosfer–membuat area lokal terpapar bahan tersebut sebelum menyebar ke Belarus hingga Inggris.
Reaktor terus mengalami kebocoran selama 10 hari setelah kecelakaan pertama. Melepaskan lebih banyak radiasi ke lingkungan sekitar.
Diperkirakan ada sekitar 116 ribu orang yang langsung dievakuasi. Namun, secara total, jumlahnya mencapai 250 ribu dan pihak berwenang pun menetapkan zona larangan terbang sejauh 30 kilometer dari lokasi.
Sebanyak 31 petugas dilaporkan meninggal akibat paparan radiasi. World Health Organization (WHO) memprediksikan, akan ada 4.000 kematian dalam jangka panjang terkait bencana tersebut.
Baca Juga: 4 Inovasi Teknologi yang Muncul Setelah Pendaratan di Bulan 50 Tahun Lalu
Insiden yang terjadi di Chernobyl masih ditetapkan sebagai bencana nuklir terburuk yang pernah ada. Menurut World Economic Forum (WEF), jumlah radioaktif yang dilepaskan ke udara, 400 kali lebih besar dari efek bom atom di Hiroshima.
Oleksiy Breus, seorang insinyur yang berada di lokasi kejadian beberapa jam setelah peristiwa terjadi, sempat menjelaskan dampak paparan radiasi Chernobyl kepada BBC.
Ia mengatakan: “Paparan radiasi, kulit merah, dan luka bakar adalah hal yang paling banyak dibicarakan orang saat itu. Mereka belum pernah mengalami yang separah itu”.
“Saat tugas saya selesai, kulit saya menjadi cokelat–seolah-olah habis berjemur. Sementara bagian tubuh lain yang tidak tertutup pakaian–seperti tangan, wajah, dan leher–berwarna kemerahan,” cerita Breus.
Paparan radiasi
Namun, saat ini, 33 tahun setelah bencana terjadi, Chernobyl memiliki cerita berbeda. Kota yang ditinggalkan tersebut telah menjadi destinasi wisata. Ia memikat turis dan Instagrammer dengan keindahannya yang menakutkan, sejarah tragis, dan potensi objek foto.