Nationalgeographic.co.id - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti lagi-lagi bikin berita. Pada Minggu, (21/7/2019) ia memimpin kegiatan pawai kolaborasi komunitas untuk menolak plastik sekali pakai di Taman Aspirasi Monas, Jakarta.
"Mari tolak plastik sekali pakai. Ayo sama-sama kita cintai lautan. Kita jaga lingkungan kita," ajak Menteri Susi Pudjiastuti.
Menteri Susi berharap warga memulai upaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dari diri sendiri dan kemudian menularkan kebiasaan mereka kepada orang lain.
Baca Juga: Kolaborasi Multi Pihak Demi Keberlanjutan Lingkungan. Semuanya Dimulai dari Diri Sendiri!
Ajakan Menteri Susi bukanlah tanpa alasan. Maklum, ancaman sampah plastik yang belakangan mulai menimbulkan kekhawatiran tak luput dari perhatian warga dunia, termasuk Menteri Susi Pudjiastuti.
Apalagi, menurut Menteri Susi, Indonesia kini menempati urutan kedua setelah Cina sebagai negara penyumbang sampah laut terbesar di dunia. Merujuk pada hal itu, Menteri Susi pun mengaku khawatir bahwa suatu saat jumlah sampah di lautan akan mengalahkan jumlah ikan.
"Kalau tidak bisa diubah, tidak menutup kemungkinan 2030 laut Indonesia akan lebih banyak sampah plastik daripada ikannya," kata Susi. Ia juga menambahkan, sampah plastik tidak bisa hancur di laut meski sudah berusia 400 tahun.
Maka, sudah saatnya masyarakat pesisir mengubah pola untuk tidak membuang sampah plastik ke laut.
Baca Juga: Ilmuwan Muda Ciptakan Bakteri untuk Memakan Sampah Plastik di Lautan
Sampah plastik memang pelik. Tapi, bukti-bukti sampah plastik bikin kotor badan air kita sudah ada.
Kolaborasi penelitian yang dilakukan oleh sejumlah lembaga menunjukkan hasil telisik sampah plastik di badan air.
Sebelum masuk kelaut, sungai juga mengambil peran dalam menghayutkan sampah plastik.
Sebuah studi dari Nature Communications pada 2017 menyebutkan bahwa sistem sungai di Indonesia ini menyumbangkan sekitar 200 ribu ton plastik per tahun ke lautan.
Plastik di laut telah menjadi perhatian utama karena mengakibatkan pencemaran serta berpotensi mempengaruhi kesehatan manusia.
Pemerintah Indonesia telah melakukan inisiasi untuk memerangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada tahun 2025. Dalam mendukung pencapaian target pengurangan sampah laut ini, Pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional yang meliputi strategi-strategi perubahan kebiasaan, Pengurangan Buangan Berbasis Lahan, Pengurangan Buangan Berbasis Laut/Pantai, Peningkatan Penegakan Hukum dan Riset Teknologi.
Salah satu lembaga penelitian Sustainable Waste Indonesia (SWI) melakukan uji penerapan teknologi baru intersepsi limbah sungai di Indonesia meliputi pengukuran efektivitas perangkat River Clean Up (RCS), dan memahami karakteristik limbah yang dihasilkan oleh penyebaran perangkat itu.
Baca Juga: Langkah #BijakBerplastik, Aksi Peduli Lingkungan dengan Beragam Kegiatan Menarik
Kegiatan itu merupakan bagian dari proyek penelitian bersama pengembangan teknologi inovatif untuk mengumpulkan sampah plastik di sungai dan muara (River Interception Research) Cengkareng di wilayah Jakarta.
Program riset ini merupakan kolaborasi multi pihak Indonesia – Belanda serta lembaga penelitian lokal dan mitra lainnya. Penandatanganan dimulainya kerja sama telah dilakukan pada April 2018 oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator BidangKemaritiman, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (Kemen-PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan Danone-AQUA.
Jumlah Sampah Plastik Ternyata Masih Banyak
Riset yang tertanam dalam infrastruktur pengelolaan limbah di Jakarta ini diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami karakterisasi limbah plastik yang diekstraksi, penilaian daur ulang limbah, dan apa yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan limbah plastik sebelum mencapai samudera. Hasil riset diharapkan akan dilaporkan setelah 12 bulan beroperasi.
Proses pengambilan sampel dilakukan pada 26 – 28 Maret 2019. Selama 3 hari, sampah yang terjaring di dalam perangkat RCS sebanyak 323, 33 kg sampah dan 82,28 sampah plastik. Sementara yang terjaring pada 3 bagian sungai adalah 176,81 kg sampah dan 67,69 sampah plastik. Di antara jenis sampah plastik yang ditemukan adalah PET botol bening, PET botol berwarna, PP cup, PP/LDPE bening, HDPE film, PET/PP/HDPE/LDPE rigid, polystyrene foam, sedotan, multilayer metalized, multilayer pouch dan multilayer lainnya. Sementara di antara sampah non plastik yang terkumpul adalah kain, botol kaca, organik, B3, kayu, karet/ kulit, kaleng dan diapers.
Selanjutnya, data yang ditemukan akan dikumpulkan dan di analisis untuk mendapatkan karakteristik sampah sungai di Indonesia, bagaimana desain penanganan sungai dan sistem perawatan, market analysis dan kemungkinan-kemungkinan penambahan sistem valorisasi.
Program riset ini dijadwalkan akan berlangsung hingga 1 Oktober 2019 yang hasilnya akan diumumkan kemudian. Sebagai bagian dari proyek ini, sebuah sistem eksperimental pengumpulan sampah plastik akan diletakkan di Cengkareng Drain. Program itu termasuk pengembangan metode untuk mengelola pengumpulan sampah plastik dengan baik dengan cara yang efisien serta ramah lingkungan.
Siebe Schuur dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, mengatakan “Teknologi inovatif adalah kunci dalam mengembangkan strategi pengelolaan limbah yang efektif. Saya berharap bahwa penelitian ini akan berkontribusi pada lingkungan laut yang lebih sehat di seluruh di dunia hari ini dan di masa depan.”
Selain pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta juga memandang penting penelitian ini. Tak hanya itu, pihak swasta juga mengambil peran aktif sebagai bentuk tanggung jawab atas dampak industri terhadap lingkungan dan sosial. Salah satu pihak swasta yang mengambil peran dan komitmen itu, Danone-AQUA.
Presiden Direktur PT. Tirta Investama (Danone-AQUA) Corine Tap mengatakan salah satu bentuk komitmen Danone-AQUA dalam mengatasi persoalan sampah plastik adalah melalui kampanye #bijakberplastik. Dalam kampanye #bijakberplastik, Danone-AQUA berkomitmen mengumpulkan sampah plastik lebih banyak dari volume yang digunakan dar ilingkungan Indonesia pada tahun 2025.
“Danone-AQUAsebagai salah satu mitra penelitian dalam proyek ini bertanggung jawab atas penyortiran, pemrosesan, dan menghubungkan pihak yang bisa membeli sampah plastik yang dikumpulkan,” pungkas Corine Tap.
Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia, menjelaskan bahwa sejauh ini Danone-AQUA telah berupaya melakukan hal tersebut. Pada 1984, Danone-AQUA meluncurkan produk inovatif, AQUA Jugs, untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai serta menjadi langkah awal ke arah bisnis yang lebih sirkular.
Kemudian, pada 1993, Danone-AQUA memperkenalkan AQUA PEDULI untuk upaya daur ulang. Dan sejak 2010, program daur ulang Danone-AQUA telah berhasil mengumpulkan lebih dari 12 ribu ton sampah plastik melalui enam pusat pengumpul.
Lebih lanjut, mulai 2018, Danone-AQUA juga meluncurkan gerakan #BijakBerplastik yang sejalan dengan misi pemerintah dalam mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025. Melalui gerakan ini, Danone-AQUA ingin mengajak masyarakat untuk berkontribusi pada budaya daur ulang dan aktif menjaga lingkungan.
#BijakBerplastik sendiri memiliki tiga pilar utama, yaitu Collection, Education, dan Innovation. Pada pilar Collection, Danone-AQUA berkomitmen untuk lebih banyak mengumpulkan sampah plastik dibanding yang digunakan pada 2025. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan ekosistem pengelolaan yang lebih baik sehingga mencegah plastik menjadi sampah.
Yang kedua, melalui Education, Danone-AQUA ingin mengedukasi publik mengenai #BijakBerplastik melalui kegiatanReduce, Reuce dan Recycle (3R). Kemudian, ke depannya, Danone-AQUA akan berkolaborasi dengan perusahaan, organisasi, maupun komunitas peduli lingkungan, serta mengembangkan program edukasi ke sekolah-sekolah.
Pilar terakhir, dengan Innovation, Danone-AQUA telah meluncurkan terobosan baru: yakni kemasan botol AQUA LIFE yang dibuat dari 100% PET daur ulang. Memiliki ukuran 1,1 liter, kemasan AQUA LIFE benar-benar berasal dari 100% plastik daur ulang dan 100% dapat didaur ulang kembali. Botol minuman ini juga tidak menggunakan label plastik atau dekorasi tambahan sama sekali sehingga ramah lingkungan dan menjadi salah satu inovasi dalam menciptakan Indonesia yang lebih bersih.
“AQUA LIFE adalah bukti kami sedang membangun sebuah ekosistem untuk menciptakan rangkaian produk yang berkelanjutan. Sampai dengan saat ini, 70% dari produk AQUA sudah berkelanjutan secara desain dan kami menargetkan untuk menjadi sepenuhnya sirkular pada 2025,” papar Karyanto.
Baca Juga: Langkah #BijakBerplastik, Aksi Peduli Lingkungan dengan Beragam Kegiatan Menarik
AQUA LIFE pertama kali diperkenalkan pada Oktober 2018 lalu, dalam acara Our Ocean Conference (OCC) di Bali. Selanjutnya, mulai Februari 2019, botol kemasan 100% daur ulang ini mulai didistribusikan di beberapa restauran, hotel, dan supermarket di Bali. Namun kini, selain di Bali, AQUA LIFE juga sudah bisa didapatkan di Jakarta.
Menurut Karyanto, pada dasarnya, plastik menjadi salah satu penemuan terpenting dalam sejarah manusia. Setiap aspek kehidupan pasti membutuhkan material tersebut sehingga kita tidak benar-benar bisa menghentikan penggunaannya.
“Bayangkan dunia tanpa plastik rasanya tidak mungkin. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengelola plastik sehingga tidak berakhir menjadi sampah. Ada banyak opsi untuk menanganinya, termasuk dengan daur ulang,” paparnya.
“Dengan #BijakBerplastik, Danone-AQUA ingin berkontribusi pada lingkungan. Saya melihat bahwa di masa depan, bisnis itu harus berujung kepada kebaikan, business for good. Memang sangat menantang, tapi ini sudah menjadi komitmen kami dalam mengatasi masalah sampah,” imbuh Karyanto.
Sejalan dengan konsep daur ulang, Jessica Hanafi, Founder Life Cycle Indonesia, menyarankan agar setiap individu menerapkan life cycle thinking. Artinya, saat melihat sebuah barang atau produk, kita harus tahu itu terbuat dari apa dan akhir hidupnya akan menjadi apa.
“Kita mesti tahu dari awal sampai akhirnya akan jadi apa. Dengan begitu, kita jadi berpikir perlu beli barang yang berpotensi menjadi sampah tersebut atau tidak. Yang pasti, harus dipikirkan dari produksi, distribusi, dan akhir hidupnya bagaimana,” paparnya.