Nationalgeographic.co.id - Perang saudara di Suriah mengubah lingkungan tempat tinggal menjadi reruntuhan. Kehancuran yang ditimbulkannya telah menjadi berita utama di seluruh dunia sejak 2011.
Gambaran Suriah yang sedang dilanda konflik, disiarkan secara luas bersama dengan kisah-kisah malapetaka dan perjuangan warganya yang menyelamatkan diri dari kecamuk perang.
Banyak warga yang tertimbun reruntuhan akibar peluru-peluru yang menyasar gedung-gedung. Imbasnya warga sipil jadi korbanya.
Tapi yang paling sedih dari semua pemberitaan Suriah adalah kemanusiaan yang hancur diantara kebencian yang mengoar.
Kemanusiaan yang hancur membuat luka perang ini tidak hanya terlihat dari apa yang tampak.
Luka fisik mungkin bisa disembuhkan dengan beberapa penanganan medis. Tapi luka batin? Siapa yang bisa menyembuhkan. Hanya Sang Pemilik Alam dan semesta yang bisa menyembuhkan.
Baca Juga: Intip Maalula, Desa yang Masih Gunakan Bahasa Kuno Masa Yesus Kristus di Suriah
Lihatlah bocah ini, Jouma, ia dan keluarganya saat itu sedang menyelamatkan diri ke Suriah Utara saat serangan udara terjadi.
Dalam perjalanan bus mereka dihantam serangan udara. Jendela bus pecah, dan membuat wajah Jouma terluka parah, dan matanya alami buta total. Sedangkan ayahnya, jari-jari kakinya hancur.
Siapa yang harus disalahkan ketika insiden seperti ini terjadi?
Kita tidak akan pernah berpikir anak sekecil Jouma harus menanggung luka yang sebegitu sakit dan berkepanjangan.
Baca Juga: Sepuluh Fakta Tersembunyi Di Balik Ganasnya Kecamuk Perang Jawa
Luka yang terlihat pada fisik mereka hanyalah sebagian kecil dampak dari apa yang mereka alami.
Traumatik kejadiannya yang sulit disembuhkan dan mungkin akan mereka alami seumur hidup.
Keluarga mereka mengakui, setelah kejadian itu ayah Jouma sering mengalami lupa.
Selain itu, mereka sering mengalami susah tidur dikarenakan efek traumatik tragedi serangan udara yang menimpa mereka.