Lanjut Sapto, saat ini proses penghalauan gajah liar yang masuk ke kawasan permukiman warga hanya dilakukan dengan cara manual menggunakan petasan dan meriam karbit. Alat-alat yang digunakan itu akan mengeluarkan bunyi yang kuat sehingga bisa membuat gajah liar enggan masuk ke perkebunan atau permukiman masyarakat.
"Kita harapkan dengan strategi tertentu mereka (gajah) bisa dihalau ke arah hutan. Kalau sudah tidak mampu lagi menggunakan cara manual, kami akan pertimbangkan untuk menggunakan gajah jinak. Tapi untuk hal tersebut tidak murah sehingga itu menjadi langkah akhir," ungkap Sapto.
Baca Juga: Gambar dari Luar Angkasa Ini Tunjukkan Seberapa Parah Kebakaran Hutan Amazon
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Muhammad Nur menuturkan sejak tahun 2009 sampai sekarang konflik satwa liar dengan manusia tak pernah berhenti. Kata Nur, tingginya alih fungsi hutan atau lahan dan banyaknya kegiatan ilegal yang terjadi di habitat gajah dan satwa liar lainnya merupakan penyebab konflik itu.
Nur juga mengungkapkan, apa yang dilakukan pemerintah untuk mencegah atau meminimalisir konflik satwa liar dengan manusia belum maksimal. Banyak kebijakan dari pemerintah yang tak sesuai dengan fakta di lapangan sehingga tingkat konflik satwa liar dengan manusia di Aceh masih sangat tinggi.
"Wacana banyak dari pemerintah Aceh, seperti membuat regulasi khusus tentang qanun satwa. Tapi ternyata tidak sinkron dengan fakta di lapangan yaitu gajah kena jerat, diracun, atau satwa lain mulai hijrah dari hutan ke permukiman warga dan sebaliknya. Ini fenomena yang tidak sinkron dari pemerintah dengan realita di lapangan. Pemerintah lebih banyak kebijakan, sedangkan pencegahan belum maksimal," pungkasnya. [aa/ab]
Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com dengan judul "Konflik Gajah Liar dengan Manusia di Aceh Tak Kunjung Usai". Penulis: Anugerah Adriansyah.