Kelindan Seni dan Sains dalam Mukjizat Kebinekaan Flora Indonesia

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 5 September 2019 | 22:31 WIB
Seni lukis botani bertajuk 'Phytocrene macrophylla' karya Victor Wong, seniman asal Vancouver, Kanada. (Victor Wong/Indonesian Society of Botanical Artists)

Anggrek Paraphalaenopsis labukensis yang memiliki daun unik berbentuk seperti ekor tikus yang merupakan tumbuhan khas endemik Borneo. (Feby Nazuar/Indonesian Society of Botanical Artits)

Karya ikonik yang dipamerkan adalah bunga majemuk terbesar di dunia. Inilah bunga bangkai raksasa Amorphophallus titanum atau yang akrab dilidah kita sebahai titan arum. Eunike Nugroho melukis sesuai dengan ukuran aslinya. Tingginya mencapai 2,4 meter! Dia menggarap karya ini dengan begitu detail. Warga pun mampu melihat tiap lekuk dan kontur bunga raksasa ini layaknya menyaksikan langsung saat berbunga.

Kita patut mengenang semangat seniman botani Herbarium Bogoriense, Amir Hamzah dan Moehamad Toha. Mereka sohor lantaran 459 lukisan botani keduanya—yang berwarna dan berskala satu banding satu—menghias buku The Mountain Flora of Java. Karya seni botani itu dihasilkan pada periode 1927-1949, dan kini tersimpan di Universiteit Leiden, Belanda.

Buku legendaris bagi peneliti dan penjelajah alam itu disusun oleh pakar botani Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis yang terbit pada 1972. Buku edisi bahasa Indonesianya baru terbit pada 2007, yang berjudul Flora Pegunungan di Jawa.

Steenis begitu berharap bahwa buku yang dilengkapi seni lukis botani itu dapat menyadarkan masyarakat Jawa tentang kebinekaan floranya. Dia pun bercita-cita akan munculnya peran masyarakat dalam melestarikan flora dan habitatnya.

Lukisan manggis atau Garcinia mangostan L. yang begitu detail menggambarkan perkembangan dari kuncup, bunga, hingga buah yang matang. Manggis memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan. (Fanny Agustina/Indonesian Society of Botanical Artists)

Kebinekaan flora yang disajikan dalam pameran "Ragam Flora Indonesia 2" tampaknya mencoba menyadarkan kita sekali lagi, betapa negeri ini memiliki keanekaragaman hayati sekaligus kekayaan sainsKebinekaan itu juga kelak menyadarkan kita untuk lebih mengenali, menyingkap, memuliakan, dan melestarikan flora khas Nusantara.

Kebinekaan adalah sebuah keniscayaan bagi Indonesia. Kita tidak hanya memiliki berkah beragam suku bangsa, tetapi juga ragam geologi dan keanekaragaman hayati. Inilah mukjizat Indonesia, yang masih dijuluki sebagai surga penemuan spesies baru hingga hari ini. Setidaknya, di sinilah habitat 15,5 persen dari total jumlah flora di dunia. Lalu, nikmat negeri manalagi yang akan kita dustakan?

Kita pun menghargai upaya para talenta negeri ini yang berkontribusi bukan hanya kepada seni, tetapi juga sains. Dua istilah ini belakangan memudar dalam keseharian kita. 

Seni telah menjadi kebutuhan emosional, yang mampu melatih kita dalam memahami emosi dan empati terhadap sesama dan lingkungan. Ajaklah keluarga dalam apresiasi seni dan sains yang mendamaikan sanubari dan kematangan berpikir.

Namun demikian, semuanya membutuhkan ketelatenan dan kesabaran layaknya para talenta seni botani. Thomas Jefferson pernah berkata, "Ilmu botani adalah sekolah untuk kesabaran, dan setiap hari para talentanya belajar untuk lepas dari kekecewaan."

Baca juga: Decak Keindahan Flora Melalui Seni Lukis Botani

Antidesma bunius. Orang Jawa biasa menyebutnya wuni, sedangkan orang Sunda menyebutnya huni. Buahnya kecil berwarna merah dan bergerombol dalam satu tangkai panjang. (Youfeta Devy/Indonesian Society of Botanical Artist)