Nationalgeographic.co.id— Sejak kapan leluhur kita mulai sadar tentang keberadaan ragam flora yang menjalar-jalar di sekitar kehidupan Nusantara?
Tampaknya, sejak ribuan tahun silam mereka begitu sadar dan memahami kebinekaan flora untuk beragam kebutuhan hidup. Namun, ekspresi para seniman klasik tentang tumbuhan Nusantara yang teragung adalah ragam flora yang terpahat dalam kisah relief-relief Borobudur sekitar abad kesembilan.
Ragam flora Nusantara juga hidup dalam aspek keseharian, yang bisa dijumpai dalam wastra—baik tenun maupun batik—sampai ragam ukiran yang menghiasi peranti dan elemen arsitektur. Sejatinya, kesadaran manusia terhadap lingkungannya merupakan awal dari sebuah upaya pelestarian.
Kekayaan flora itu tidak hanya memikat hati leluhur kita, tetapi juga peneliti Eropa. Pada abad ke-17, Rumphius, seorang tentara VOC asal Jerman yang akhirnya memilih jalan hidupnya sebagai peneliti botani di Ambon, telah menyingkap ragam flora setempat. Catatan pengamatannya terbit dalam buku Herbarium Amboinense, yang dihiasi seni lukis botaninya. Dia selalu mempelajari dan mengamati tumbuhan yang dijadikan subjek karyanya dengan tekun dan cermat, sebelum akhirnya ia melukis.
Baca juga: Benarkah Tanaman Tidak Memiliki Perasaan? Berikut Jawaban Para Ilmuwan
“Seni lukis botani adalah sebuah genre seni lukis yang merupakan paduan kajian botani (sains) dan seni (lukis). Karyanya bersifat ilmiah sekaligus indah. Estetika lah kunci yang membuka khazanah sains menjadi indah tersebut”, ujar Jenny Ardantiningsih Kartawinata, pendiri Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA). Pada kesempatan lain Jenny pernah mengungkapkan juga bahwa seni lukis botani itu “bisa mengaitkan hubungan batin antara tumbuhan dan pelukisnya."
Salah satu pendiri komunitas seni botani pertama di Indonesia ini, Eunike Nugroho atau yang akrab disapa Keke, menambahkan bahwa semenjak ide pendirian IDSBA pada November 2017, salah satu misi komunitas ini adalah mendokumentasikan flora Indonesia.
"Ini muncul dari kegelisahan bahwa Indonesia kaya, bahkan terkenal sebagai satu dari sedikit negara mega biodiversitas, tapi kekayaan ini masih sering tidak disadari atau dihargai oleh warganya," ungkap Keke. "Kami percaya bahwa seni botani dapat efektif membantu masyarakat mengenal dan mengapresiasi kekayaan tersebut. Lewat karya seni, biasanya khalayak mendapat pengalaman yang lebih emosional, tidak sekedar intelektual. Dan ini biasanya efektif, karena langsung menyentuh hati."
Pameran "Ragam Flora Indonesia" yang pertama telah digelar di Kebun Raya Bogor pada Mei 2018. Pada tahun ini, IDSBA kembali menggelar pameran "Ragam Flora Indonesia 2" di Bale Banjar Sangkring, Yogyakarta pada 6 - 13 September.
"Sebetulnya kami ingin pameran di banyak kota karena masyarakat masih perlu diberi sebanyak-banyaknya akses dan paparan pada karya seni botani," kata Keke yang kebetulan berdomisili di Yogyakarta.
"Setelah pameran di Bogor, pusat botani Indonesia, kami pikir Yogya—jika boleh dibilang pusat seni Indonesia atau kota seni—perlu mengenal genre 'baru' seni yang berbeda ini," ujarnya. "Saya secara pribadi pun penasaran seperti apa respons teman-teman seniman Yogyakarta atas pameran seni botani ini. Semoga menimbulkan diskusi yang memperkaya kedua pihak."