Nationalgeographic.co.id - Penyakit mental dan bunuh diri bukan hal baru di industri hiburan. Bahkan, beberapa selebritis memilih mengakhiri hidupnya akibat depresi yang mereka alami. Sebut saja Kurt Cobain, Robin Williams, Chester Bennington 'Linkin Park', Jonghyun 'SHINee', dan kini Sulli.
Pada 2015, Entertainment Assist, merilis sebuah penelitian yang mengungkap masalah kesehatan mental serius yang dialami para pekerja di industri hiburan di Australia. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa isu kesehatan mental dan bunuh diri di kalangan industri hiburan ini, jauh lebih menonjol dari populasi umum di Australia.
Apa penyebabnya?
Semangat dan komitmen mereka yang bekerja di dunia hiburan kadang tercemar oleh lingkungan yang kurang positif dan tidak suportif.
Beberapa partisipan penelitian yang terdiri dari para musisi, komposer, operator media dan pendukung pertunjukkan, mengaku mengalami perundungan, pelecehan seksual, seksisme dan rasisme di lingkungan kerja mereka.
Para partisipan kadang merasa mereka tidak didukung, diremehkan dan selalu dikritik.
Dianna Kenny, Profesor Psikologi dan Musik di University of Sydney, pada 2014, menyatakan, banyak musisi yang merasa dicekik, dikurung dan dikuasai, oleh atasan dan penggemar mereka sendiri. “Dan akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup,” ujarnya.
Baca Juga: Empat Tanda Anda Meremehkan dan Merendahkan Penyakit Mental
Selain itu, Entertaintment Assist melaporkan, penyebab tingginya penyakit mental pada pekerja seni meliputi kecemasan tidak dapat menampilkan yang terbaik, perasaan tidak dimengerti oleh masyarakat luas, pekerjaan yang menumpuk, kekhawatiran akan karier yang meredup, upah yang tidak sebanding dengan rasa lelah, serta faktor keamanan.
Seperti yang kita tahu, mereka yang bekerja di industri hiburan kadang harus tampil hingga larut malam dan di akhir pekan. Bahkan, harus selalu siap di waktu-waktu yang tak terduga.
Kondisi ini menjadi salah satu ‘faktor risiko’ yang mempengaruhi pola tidur dan hubungan sosial mereka. Akibatnya, tingkat depresi, kecemasan dan masalah kesehatan mental lainnya, meningkat.
Penelitian ini mengaskan, risiko depresi pada pekerja di industri hiburan, lima kali lipat lebih tinggi dibanding warga Australia biasa. Tingkat kecemasan mereka pun lebih tinggi.
Menderita dalam diam
Sayangnya, mereka yang mengalami depresi di dunia entertainment kadang sulit mencari bantuan profesional. Bahkan, beberapa dari mereka tidak tahu harus mencari dukungan dari siapa di industri ini.
Terlepas dari bantuan anggota keluarga dan orangtua tersayang, mereka juga membutuhkan hal yang sama dari industri agar tetap ‘sehat’.
Karena tidak tahu harus mengadu ke siapa, para pekerja di industri hiburan ini kerap terjerumus pada alkohol dan obat-obatan terlarang. Lebih parahnya lagi, mereka akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
Antara tahun 1950-2010, ada dua hingga tujuh kasus bunuh diri pada musisi, per tahunnya.
Baca Juga: Schandenfreude, Rasa Senang Ketika Melihat Orang Lain Kesusahan
Pencegahan
Entertainment Assist memberikan daftar rekomendasi yang harus dilakukan untuk menangani fenomena ini. Berikut ringkasannya:
- Dukungan sosial dari industri hiburan harus dibangun
- Lingkungan kerjanya yang dideskripsikan sangat ‘beracun’ dan kompetitif, ditambah dengan adanya perundungan, seksisme, rasisme dan pelecehan harus diubah.
- Industri hiburan harus menyediakan layanan psikolog atau psikiater yang bisa dengan mudah diakses oleh para pekerja
- Gairah dan kreativitas pekerja harus didukung dan dipelihara
- Adanya intervensi dan rencana pencegahan untuk mereka yang menunjukkan tanda-tanda ingin bunuh diri
- Perlu adanya pemahaman mengenai dampak negatif dari industri hiburan sehingga orang-orang memutuskan untuk terjun ke dunia ini bisa menyiapkan strategi ‘perlindungan diri’.