Ada Berapa Banyak Orang yang Diperbudak di Dunia Ini?

By National Geographic Indonesia, Rabu, 27 November 2019 | 11:50 WIB
Ilustrasi perbudakan di Afrika. (Narvikk/E+/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id - Perbudakan modern adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Beberapa jenis perbudakan, seperti perdagangan seks, banyak diketahui, namun banyak lain yang belum terungkap. Perbudakan terjadi di banyak industri – termasuk restoran, pekerjaan rumah tangga, elektronik, konstruksi, tekstil, baja, dan makanan laut.

Tapi ada beberapa tepatnya orang yang hidup dalam perbudakan saat ini? Dalam pengukuran perbudakan modern, baik di Amerika Serikat (AS) maupun di seluruh dunia, terdapat perkiraan yang berbeda dan inkosisten.

Sebagai peneliti perbudakan modern, saya tahu bahwa menghitung prevalensi perbudakan sama seperti menjadi jarum di tumpukan jerami. Angka yang tepat itu sulit dicapai – namun ketepatan penting untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik dalam membebaskan orang dari perbudakan dan membantu mereka melakukan transisi yang sulit menuju kebebasan.

Baca Juga: Kecanduan Gawai Bagai Zombi? Berikut Cara Untuk Menghentikannya

Mengartikan perbudakan modern

Pengertian perbudakan modern telah berubah seiring waktu.

Pada 1926, Liga Bangsa-Bangsa mengartikan perbudakan sebagai “status atau kondisi seseorang dalam keadaan pemilikan sebagian atau seluruhnya oleh orang lain”. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperluas pengertian ini pada 1956 untuk mencakup kawin paksa dan lebih banyak perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

Pengertian ini berubah lagi pada 2000. PBB memperkenalkan istilah “perdagangan orang” dan menghilangkan penyebutan kawin paksa dari Protokol Palermo yang sudah banyak diadopsi. Namun pada 2013, Sidang Umum PBB mengakui kawin paksa sebagai suatu bentuk perbudakan.

Pengertian itu penting karena mempengaruhi bagaimana masyarakat dan pembuat kebijakan menginterpretasikan masalah. Dalam sidang hukum, misalnya, istilah “perdagangan manusia” dapat bernuansa positif dibanding “perbudakan”.

Bagi peneliti, nuansa juga penting dalam memperkirakan jumlah orang yang diperbudak. Beberapa organisasi memasukkan kawin paksa dalam perkiraan mereka tentang perbudakan modern; sementara organisasi lain tidak.

Dan masih ada lagi yang tidak setuju memasukkan kondisi pekerjaan yang keras dilabeli perbudakan. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebut ,“Tidak semua anak-anak yang terdampak pekerjaan berbahaya itu ‘budak’ dan tidak semua pekerja yang tidak menerima upah yang adil itu dipaksa”.

Di antara perkiraan yang sudah diterbitkan terkait kawin paksa, angkanya mengejutkan. Dalam perkiraaan UNICEF, ada 650 juta perempuan muda dan dewasa yang hidup saat yang menikah sebelum usia 18 tahun.

Perbudakan di AS saat ini

Peneliti kesulitan memperkirakan jumlah orang yang diperbudak di Amerika Serikat (AS).

Selama lebih dari satu dekade, Polaris sudah mengoperasikan sambungan telepon (hotline) untuk menerima petunjuk tentang perdagangan orang di wilayah AS. Pada 2017, mereka mencatat ada 8.524 kasus perdagangan manusia, sebagian besar di California, Texas, Florida, New York, Michigan, Georgia, Pennsylvania dan Nevada. Perdagangan seks adalah jenis perbudakan yang paling umum dilaporkan.

Data hotline ini berguna karena memiliki rincian di mana dan siapa yang diperdagangkan di AS saat ini. Tapi angka ini tidak berasal dari survei nasional. Siapa saja dapat menelepon dan melaporkan petunjuk. Misalnya, setelah film seperti Taken tayang di bioskop, jumlah penelepon terkait perdagangan seks meningkat karena publik merasa cemas.

Pada 2004, Departemen Dalam Negeri AS melaporkan bahwa ada sekitar 14.500 hingga 17.500 orang diperdagangkan di AS setiap waktunya. Tapi penelitian ini tidak bisa direplikasi dan diverifikasi.

Beberapa organisasi menyebutkan hingga 100.000 anak muda dalam risiko perdagangan orang di AS pada setiap waktu, tapi Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional menyangkal pernyataan ini.

Menghindari angka nasional, peneliti lain sudah mulai fokus pada area-area rawan perdagangan seperti perbatasan AS-Meksiko. Dalam satu penelitian rinci terhadap 641 anak muda tunawisma dan perdagangan manusia di AS, lebih dari 14% telah diperdagangkan untuk seks. Sekitar 8% diperdagangkan untuk kerja paksa jenis lain.

Data inkosisten

Selama bertahun-tahun, pemain global dan lokal yang meneliti data semacam ini – seringkali mereka memperebutkan sumber dana atau prestis – jarang berbagi data mereka.

Kurangnya kerja sama ini menjelaskan kenapa organisasi independen dapat menghasilkan perkiraan yang berbeda-beda.

Misalnya, pada 2005, Organisasi Buruh Internasional memperkirakan ada 12,3 juta orang yang diperbudak. Lalu pada 2012, angka tersebut disesuaikan menjadi 21 juta orang. ILO jarang mempublikasikan hasil pada level negara, dan lebih sering pada level kawasan.

Dengan niat menghasilkan perkiraan pada tingkat negara, the Walk Free Foundation meluncurkan The Global Slavery Index pada 2013. Indeks pertama memperkirakan ada 29,8 juta orang diperbudak. Namun kemudian diperbaharui menjadi 35,8 juta dan 45,8 juta.

Setiap angka terbitan dari Global Slavery Index dan ILO mencerminkan perubahan dalam metode mereka. Walau perubahan ini sering mencerminkan penggunaan metodologi yang lebih baik, perubahan ini mengundang kritikan.

Perkiraan baru

Melalui kemitraan baru, semakin banyak lembaga nirlaba dan negara mulai bertemu dan berbagi data mereka. Walk Free, ILO dan puluhan perwakilan negara dan non-negara bertemu pada 2016 untun membentuk Alliance 8.7. Pada 207, koalisi ini secara bersama-sama memperkirakan ada sekitar 40 juta orang yang diperbudak di seluruh dunia.

Namun, sarjana dari luar koalisi tidak memiliki akses pada data mentah mereka. Ini menyulitkan analisis kritis terhadap metodologinya.

Alliance 8.7 juga melakukan konferensi pada Oktober tahun ini yang menetapkan panduan lebih jelas untuk mengukur kejadian perbudakan.

Sebelum ini, peneliti tidak selalu setuju kapan sebuah momen perbudakan dapat dihitung. Misalnya, seorang peneliti dapat mewawancara responden terhadap pengalaman mereka terdahulu terkait kerja paksa. Selama wawancara, seorang responden bisa mengatakan mereka menjadi korban kerja paksa pada 1997. Apakah ini bisa dihitung saat survei dilakukan atau tidak karena sudah lama berlalu?

Para sarjana juga semakin terlibat dan menerapkan teknik perkiraan baru yang hemat biaya. Ada juga sumber data baru – seperti Gallup World Poll yang kini mencakup pertanyaan tentang perbudakan modern dalam survei mereka di negara berkembang. Survei ini didasarkan pada survei sampel acak – termasuk metode pengumpulan data yang terbaik.

Baca Juga: Ini Tiga Waktu Kehidupan di Mana Manusia Merasa Sangat Kesepian

Perkiraan yang valid tentang perbudakan dan perdagangan orang tetap menjadi tujuan utama dalam penelitian perbudakan modern. Publik bisa jadi tidak akan pernah tahu berapa jumlah orang yang diperbudak saat ini, karena perbudakan modern adalah kejahatannya yang disembunyikan.

Tapi perkiraan yang lebih tepat dapat memberi penjelasan yang lebih terang tentang siap yang diperbudak dan di mana. Jika publik tidak tahu siapa hari ini diperbudak dan ada di mana mereka, kehadiran mereka akan tetap tak terlihat.

Penulis: Monti Datta, Associate Professor of Political Science, University of Richmond

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.