Nationalgeographic.co.id - Orang-orang Afrika sudah menjadi sasaran perbudakan selama berabad-abad. Mereka dianggap sebagai barang dan diperdagangkan. Bahkan, ketika perdagangan manusia dihapuskan, pemerintah kolonial pun mengubahnya menjadi sistem kerja paksa--yang padahal juga merupakan jenis perbudakan.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap perbudakan sebagai “status atau kondisi di mana seseorang memiliki kekuatan dan kepemilikan atas orang lainnya”. Sementara, budak sendiri diartikan dengan “orang yang dikontrol dan dimiliki tersebut”.
Berikut adalah empat jenis perbudakan yang pernah terjadi di Afrika:
Perbudakan chattel (barang pribadi)
Pada perbudakan jenis ini, seseorang dianggap sebagai barang pribadi dan bebas diperdagangkan. Para budak tidak memiliki hak dan diharapkan mampu melakukan pekerjaan (serta memberikan ‘bantuan’ seksual) sesuai perintah sang tuan. Bentuk perbudakan ini terbawa hingga ke Amerika sebagai hasil dari perdagangan budak trans-Atlantik.
Baca Juga : Kehidupan Anak-anak Kerajaan yang Diabadikan dalam Potret Kuno
Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa chattel slavery masih ada di negara-negara Islam Afrika, seperti Mauritania dan Sudan (meskipun kedua negara ini menjadi peserta dalam konvensi perbudakan PBB 1956).
Salah satu contohnya adalah Francis Bok. Ia masuk ke dalam perdagangan budak saat berusia tujuh tahun, setelah desanya di Sudan diserang pada 1986. Ia menghabiskan waktu menjadi budak selama sepuluh tahun sebelum akhirnya berhasil meloloskan diri.
Jaminan hutang
Jenis perbudakan ini melibatkan manusia sebagai jaminan hutang. Budak-budak disediakan oleh orang yang berhutang–biasanya anggota keluarga atau anaknya sendiri.
Sulit bagi budak hutang untuk melepaskan diri karena bunga serta biaya makan, pakaian, dan tempat tinggal, akan tetap ditambahkan selama mereka ditahan. Kemungkinan budak ini akan ‘diwariskan’ dan bekerja pada keluarga tuannya hingga beberapa generasi.
Baca Juga : Tomoe Gozen, Samurai Wanita Terkuat yang Setara dengan 100 Prajurit Bersenjata
Source | : | thoughtco.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR