Kisah Para Perempuan Indonesia Pengidap HIV/AIDS yang Hidup dengan Stigma

By National Geographic Indonesia, Rabu, 4 Desember 2019 | 10:54 WIB
Ilustrasi HIV/AIDS. (eatright.org)

Kebijakan berbasis gender

Pemangku dan pelaksana kebijakan baik dari pihak pemerintah maupun organisasi non-pemerintah sebaiknya mengarahkan intervensi pencegahan HIV/AIDS yang berbasis gender.

Peningkatan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor penentu untuk pengurangan kerentanan perempuan terinfeksi HIV. Salah satu caranya adalah memprioritaskan program-program yang terkait dengan peningkatan hak-hak perempuan dan akses yang cukup untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi.

Kebijakan-kebijakan berbasis gender lainnya seperti meningkatkan sumber daya sosial, ekonomi dan politik perempuan akan mampu meningkatkan kondisi kehidupan mereka.

Baca Juga: Ada Berapa Banyak Orang yang Diperbudak di Dunia Ini?

Berbagai kebijakan di atas tidak akan sepenuhnya berhasil jika tidak dibarengi dengan kebijakan atau intervensi pada laki-laki karena umumnya perempuan terinfeksi dari suami atau pasangannya. Laki-laki harus diminta mencegah diri mereka dari perilaku berisiko terutama perilaku seksual yang tidak aman dengan lebih dari satu pasangan. Intervensi yang melibatkan laki-laki bisa memberi ruang negosiasi yang lebih setara bagi perempuan untuk melindungi diri mereka dari hubungan seksual yang tidak aman.

Sosialisasi yang komprehensif terkait HIV/AIDS perlu terus dilakukan untuk mengurangi stigma pada orang yang hidup dengan penyakit ini.

Tidak mengasosiasikan HIV/AIDS dengan isu moralitas akan sangat membantu meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap mereka yang hidup dengan HIV/AIDS.

Artikel ini diterbitkan untuk memperingati Hari AIDS Sedunia 1 Desember.

Penulis: Iim Halimatusa'diyah, Dosen Sosiologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.