Semakin Sering Manusia Menebang Hutan, Semakin Besar Risiko Munculnya Penyakit Baru

By National Geographic Indonesia, Senin, 27 April 2020 | 15:44 WIB
ilustrasi hutan (rgbspace)

Nationalgeographic.co.id - Saat virus corona mulai mewabah di Wuhan, Cina, akhir tahun 2019, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa distribusi satwa liar dalam jalur perdagangan ilegal menjadi salah satu penyebab kemunculannya.

Namun, kemunculan wabah adalah proses yang kompleks.

Sebagai peneliti dalam bidang biologi konservasi, kami menganalisis hubungan munculnya emerging diseases, atau penyakit baru pegari, seperti COVID-19, bagi manusia dengan pengelolaan satwa dan habitat yang tidak benar.

Baca Juga: Swietenia Puspa Lestari, Punguti Sampah Lautan Demi Kebaikan Bumi

Penyakit baru pegari hampir selalu bermula dari perambahan habitat dan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan yang dilakukan oleh manusia.

Kajian yang dilakukan terhadap penyakit baru pegari yang muncul pada 2010-2011 di seluruh dunia menemukan bahwa peternakan dengan populasi hewan yang terlalu padat atau daerah yang mengalami aktivitas pembangunan yang tidak ramah lingkungan kerap berujung kepada penyebaran penyakit.

Pembangunan tidak ramah lingkungan dapat memunculkan penyakit baru

Penelitian terbaru dari Stanford University, Amerika Serikat menemukan bahwa berkurangnya luasan hutan di Uganda berisiko meningkatkan interaksi manusia dengan primata liar, meningkatkan risiko kontak manusia dengan virus yang ada pada primata liar tersebut.

Beberapa wabah penyakit zoonosis, penyakit yang ditularkan melalui satwa liar, tercatat terjadi di Uganda, seperti virus Ebola dan virus Marburg. Kedua virus ini dapat menginfeksi baik manusia maupun kera, menyebabkan pengidapnya mengalami demam yang diikuti oleh pendarahan dalam.

Singkatnya, semakin banyak manusia membabat hutan untuk bertani atau membangun infrastruktur, semakin tinggi risiko manusia berinteraksi dengan hewan yang membawa virus.

Analisis terhadap kemunculan penyakit baru pegari di seluruh dunia dari tahun 1940 hingga 2004 juga sudah menunjukkan adanya kecenderungan penyakit baru pegari di daerah dengan kepadatan manusia yang tinggi.

Area padat permukiman manusia dan pembukaan lahan belakangan diketahui turut bertanggung jawab terhadap insiden luapan infeksi virus Ebola di Afrika dan virus Hendra di Australia.

Selain praktik pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, manajemen satwa liar juga memiliki andil terhadap munculnya penyakit baru pegari.