Umumnya, organisme patogen yang dibawa oleh satu spesies tertentu dan meloncat ke spesies lain tidak akan langsung menimbulkan penyakit baru pegari. Kemunculan penyakit baru pegari sangat bergantung kepada kecocokan organisme patogen dengan inang baru dan kesempatannya menyebar ke banyak individu dari inang tersebut.
Peluang organisme patogen untuk menyebabkan penyakit baru pegari akan semakin tinggi jika inang asalnya mengalami stres berlebih. Ketika hewan mengalami stres berlebih, sistem imun akan melemah sehingga meningkatkan jumlah patogen yang dia bawa.
Stres pada hewan liar bisa terjadi karena pengelolaan hewan yang tidak benar.
Kesalahan kelola bisa berupa penempatan hewan dalam kondisi yang tidak nyaman dalam pasar, transportasi yang tidak higienis dalam jalur perdagangan, atau polusi dari perluasan pemukiman ke habitat mereka.
Membasmi satwa liar bukan cara yang tepat
Cara manusia mengendalikan penularan penyakit pegari dengan memusnahkan satwa liar pembawa virus bisa berisiko mengganggu struktur populasi.
Ketika badger (sejenis luak Eropa) di Inggris diketahui membawa bakteri tuberkulosis yang sama dengan yang ada di sapi, sekelompok peneliti setempat menguji apakah membasmi badger dapat mengurangi persebaran penyakit tuberkulosis pada hewan-hewan ternak.
Hasilnya, ketika satu atau lebih anggota kelompok badger mati, maka struktur sosial mereka berubah dengan berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain. Pergerakan individu semacam ini justru meningkatkan laju infeksi penyakit.
Karena itu, imbauan Bupati Subang, Jawa Barat kepada masyarakat untuk membasmi kelelawar mungkin ide yang buruk.
Sebagai perbandingan, pembasmian kelelawar di Amerika Latin tidak terbukti mengurangi insiden rabies dan di Uganda justru memunculkan kembali virus Marburg.
Sebagaimana yang terjadi pada para badger, gangguan terhadap struktur populasi kelelawar dapat memperparah insiden wabah.
Menghentikan penyebaran penyakit baru dengan memusnahkan spesies tidak menyelesaikan masalah karena malah akan menyebabkan ketidakseimbangan alam. Karena itu, manusia harus paham bahwa perubahan dan pengelolaan ekosistem akan berdampak pada kesehatan manusia.
Kesehatan ekosistem berarti kesehatan manusia
Kesadaran untuk memandang kesehatan manusia dan alam sekitarnya sebagai satu kesatuan sesungguhnya sudah ada sejak awal abad ke-19.