Singkap Labuan Bajo: Jejak Perkembangan Kota dan Tradisi Multikultur

By Agni Malagina, Jumat, 24 Juli 2020 | 11:09 WIB
Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo. (Sigit Pamungkas)

Haji Syuting yang juga mahir membuat kemudi kapal berbagai ukuran. Ia pun fasih menjelaskan adat tradisi orang Bugis termasuk menjelaskan rumah adat Bajo dan Bugis yang kini hanya tersisa bebeberapa saja.

Baca Juga: Kelokan dan Keelokan Nusa Bunga

Kegiatan warga Kampung Air pada pagi hari, menanti datangnya kapal ikan keci berlabuh dan beberapa warga senior akan membakar ikan untuk menu sarapan bersama. (Sigit Pamungkas)

“Di sini pastinya masih banyak yang bisa silat, pantun. Ada ahli gendang juga itu seperti Pak Dahlah. Haji Latuo itu ahli silat. Tradisi kawinan seperti mapaci diiringi bersanji juga masih ada. Yah memang jarang-jarang. Tapi masih ada,” ujarnya.

Kemudian dia menjelaskan makna di balik nama-nama orang Bugis dan Bajo. “Nama orang Bajo dan Bugis jaman dulu lucu-lucu. Misal Latuo artinya hidup, Rape tersangkut, Intang itu candik, Sape Wali itu malaikat, Pak Todo itu peniti, Pak Pacok itu patok. Banyak aneh-aneh. Kalau makanan ya pesisir ya, kuah asam, ada kue-kue itu banyak. Onde-onde, bepalaya, kacipo, tarajo, gogos, buras,” ujarnya.

Dia berkisah dengan mata yang berbinar-binar dan ingatan yang kuat.

“Banyak tradisi di sini, perlahan berkurang. Pengerasan pantai, kami tidak punya halaman laut lagi. Dulu halaman kami ya laut. Dulu… ada tetua semacam sesepuh di laut itu. Kami selalu doa sebelum berangkat melaut agar selamat ada Karang Tua,” tuturnya.

Beberapa tahun belakangan, Labuan Bajo kota kecil di wilayah paling barat Pulau Flores ini semakin populer. Mendengar kata Labuan Bajo akan berkelabat bayangan binatang komodo (Varanus komodoensis), pulau-pulau yang cantik, pantai-pantai berpasir putih dan pink, dan alam bawah laut yang memesona. Labuan Bajo telah menjadi destinasi wisata populer dan unggulan, bukan hanya nasional namun internasional. Tak hanya keistimewaan alam, kelindan warisan budaya pesisir dan pedalaman pun menjadi untaian mutu manikam identitas Kabupaten Manggarai Barat. Namun, dibalik itu semua, kawasan Labuan Bajo merupakan kawasan yang rentan dan harus dilindungi. 

Sesungguhnya, Labuan Bajo adalah kota yang menjadi pintu masuk untuk mengakses Taman Nasional Komodo. Taman nasional ini telah dinobatkan menjadi Situs Warisan Budaya UNESCO pada 1991, bersama Candi Borobudur.

Selain pesona Komodo, pantai berpasir putih dan pink, dan alam bawah laut, Labuan Bajo ternyata memiliki kisah sejarah kebudayaan yang layak dibanggakan. Lapisan-lapisan budaya di kota pesisir cagar biosfer Indonesia itu belumlah lengkap tersingkap. Labuan Bajo masih membutuhkan narasi-narasi sebagai kota multikultur tempat berlabuhnya aneka suku dan bangsa.