Akhenaten Sang Pionir Pembaharu Mesir

By , Selasa, 23 Mei 2017 | 15:41 WIB

Mereka juga piawai dalam hal diplomasi. Kerajaan itu akhirnya membentang dari Sudan hingga Suriah di masa kini. Orang asing membawa kekayaan dan keterampilan baru bagi istana Mesir. Di bawah Amenhotep III yang berkuasa dari sekitar 1390 sampai 1353 SM, gaya seni kerajaan bergeser kepada naturalistik.

Bahkan, selagi Amenhotep III menerima kedatangan gagasan baru, ia juga melihat jauh ke masa lampau. Ia mempelajari piramida para firaun yang hidup lebih dari seribu tahun sebelumnya dan memasukkan unsur tradisional ke berbagai festival, kuil, dan istana kerajaan. Ia tetap memuja Amun, dewa penjaga kota Thebes. Namun, Amenhotep III juga mulai menekankan Aten, suatu bentuk dewa matahari Re, digambarkan sebagai piringan matahari yang mengingatkan kembali akan pola pemujaan yang lebih tua.

Putra sang firaun naik takhta dengan gelar Amenhotep IV. Namun, pada tahun kelima peme-rintahannya, ia membuat dua keputusan penting. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten—Setia Kepada Aten—dan memindahkan ibu kota ke tempat yang kini dikenal sebagai Amarna. Sang firaun memberi nama kotanya Akhetaten, atau Cakrawala Piringan Matahari. Sebidang gurun kosong ini pun menjadi rumah bagi diperkirakan 30.000 jiwa. Istana dan kuil dibangun dengan cepat, ukurannya pun menakjubkan. 

Sementara itu, seni Mesir juga mengalami revolusi. Selama berabad-abad, tradisi yang kaku telah menentukan aturan yang benar untuk bahan baku, proporsi, serta pose lukisan dan pahatan. Di bawah Akhenaten, para perajin menciptakan pemandangan dunia alami yang luwes dan seperti sesungguhnya, dan mulai memperlihatkan Akhenaten dan ratunya, Nefertiti, dalam pose akrab dan alami yang tak seperti biasanya.

Dalam visi sang firaun, agama menjadi diseder-hana-kan secara radikal. Orang-orang Mesir me-muja hingga seribu dewa, tetapi Akhenaten hanya setia kepada satu dewa. Ia dan Nefertiti berfungsi sebagai satu-satunya perantara antara orang-orang dengan Aten, dengan mengambil peran tradisional sebagai pemimpin keagamaan. 

Semua ini pastilah mengancam para pemimpin agama dalam tatanan lama, yang melayani Amun. Setelah beberapa tahun di Amarna, sang firaun memerintahkan sejumlah pekerja untuk mencungkil semua gambaran Amun di kuil-kuil kerajaan. Ini adalah sebuah tindakan yang amat sangat berani mati: untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang raja menyerang dewa. Namun, revolusi punya caranya sendiri untuk berbalik melawan pendukung setianya, dan kekerasan ini pada akhirnya akan memangsa ciptaan-ciptaan Akhenaten sendiri.

Saya tiba di situs Kuil Aten Besar pada suatu hari, tepat saat Barry Kemp menemukan pecahan arca Akhenaten. Kemp memimpin Amarna Project, dan dia telah bekerja di situs ini sejak 1977. Ia menghabiskan waktu tahunan tiga kali lipat lebih lama untuk menggali reruntuhan kota ini dibanding lamanya Akhenaten membangunnya.

“Ini dibuat dengan amat indah,” ujarnya sambil mengangkat sepenggal pahatan patung batu, hanya tungkai bawah sang firaun yang terlihat di situ. “Ini bukan rusak tanpa disengaja.” Banyak sekali artefak sengaja dihancurkan setelah sang firaun tiba-tiba wafat pada sekitar 1336 SM. Pewaris takhta dan putra tunggalnya adalah Tutankhaten, usianya tak lebih dari 10 tahun. Ia mengganti “Aten” dalam namanya dengan gelar dewa yang dibenci ayahandanya: Tutankhamun. Ia meninggalkan Amarna, kembali kepada tradisi lama. Tutankhamun wafat tanpa diduga. Tak lama kemudian, sang pemimpin tentara, Horemheb, menyatakan dirinya sebagai firaun—mungkin ini kudeta militer pertama dalam sejarah.

Horemheb dan para penerusnya, termasuk Ramses yang Agung, membongkar kuil dan bangunan kerajaan di Amarna. Mereka menghancurkan arca Akhenaten dan Nefertiti. Mereka juga menghapus nama sang firaun nan bidah beserta keturunannya dari daftar resmi penguasa Mesir. Tindakan ini begitu berhasil sehingga menjadi salah satu alasan mengapa makam Tutankhamun lolos dari perampokan besar. Pada masa firaun, para perampok selama bergenerasi-generasi menyisir makam seperti ini. Namun, makam Tut sebagian besar tak tersentuh. Orang lupa bahwa makam itu ada di sana.

Mereka juga melupakan sebagian besar detail kehidupan Amarna. Ekskavasi Kemp baru-baru ini menunjukkan bahwa Kuil Aten Besar dihancurkan dan dibangun kembali pada sekitar tahun ke-12 pemerintahan Akhenaten. Penggalan patung yang tadi ia tunjukkan kepada saya, berasal dari masa itu—patung ini diremukkan atas perintah dari sang firaun itu sendiri, bukan penerusnya.

“Dari sudut pandang kita, yang mereka lakukan itu ganjil,” tutur Kemp, menjelaskan bahwa Akhenaten menggunakan potongan itu sebagai pondasi kuil baru yang telah diubah. “Patung ini tak diperlukan lagi, jadi mereka memecahkannya menjadi lebih kecil. Kami tak punya informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi.”

Namun, bukti lain sering kali masih sangat utuh. Situs permukiman kuno biasanya ada di Lembah Nil, tempat banjir bermilenium-milenium menghancurkan bangunan asli. Sebaliknya, Amarna terletak di gurun di atas sungai. Inilah mengapa tempat ini tak dihuni sebelum masa Akhenaten, dan inilah juga mengapa tempat ini lalu ditinggalkan orang. Bahkan, kini pun kita masih bisa melihat tembok bata asli rumah-rumah Amarna. Adalah mungkin untuk mengunjungi bangunan berusia 3.300 tahun, tempat patung dada Nefertiti yang berwarna dan terkenal, yang diekskavasi oleh tim arkeolog Jerman pada 1912.